Salatiga. Caping. "Ada sekitar 150.000 Sekolah Dasar se Indonesia tersebar di sekitar 74.000 desa. Artinya seluruh desa di Indonesia selalu ada Sekolah Dasar bahkan rata-rata lebih dari dua. Sayang, jarang sekali SD kita yang mengajarkan tentang desanya sendiri." Demikian disampaikan Bahruddin, Pengelola Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah melalui akun jejaring sosialnya, pada Senin, 10/8.
Hal ini disampaikan berkaitan dengan adanya studi kunjung Silsangsa Alternative School dari Korea Selatan ke Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah. Silsangsa Alternative School South Korea melakukan studi kunjung ke Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah Salatiga (KBQT) disamping live in dan mengikuti serangkaian acara festival Lima Gunung di Ngablak Magelang.
"Saya tidak pernah menjumpai ada SD yang mengajarkan sejarah desa setempat, anak-anak tidak dikenalkan pada potensi desanya, sehingga sejak awal justeru dibuat semakin berjarak dengan desanya, Bahkan kelak tidak berani (bisa) hidup di desanya sendiri." Katanya lebih lanjut.
Labih jauh Bahruddin menjelaskan bahwa masyarakat setempat tidak pernah dilibatkan dalam rancang bangun kurikulum. Kurikulum sudah dirumuskan oleh BSNP yang notabene Jakarta dan celakanya seragam untuk seluruh dunia nusantara.

Lebih lanjut dikatakan bahwa dampak pembangunan dari desa telah menjadikan Korea Selatan tidak menghadapi persoalan urbanisasi. Desa yang telah terkelola menyebabkan warganya tidak ingin ke kota karena persoalan ekonomi. Sehingga angka urbanisasi Korea Selatan sangat rendah. "Posisi sekarang ini, tingkat urbanisasi Korea Selatan paling rendah di dunia." Kata Bahruddin./jb
0 komentar :
Posting Komentar