Seorang warga tengah menggali lubang untuk sumur resapan |
Bahruddin menjelaskan bahwa sumber mata air legendaries Senjoyo di Salatiga yang dari tahun ke tahun menjadi gantungan jutaan rakyat Salatiga dan Kabupaten Semarang, ternyata debitnya terus menurun. Dari data yang dihimpun oleh PDAM Salatiga, untuk 10 tahun terahir ini saja sudah turun dari (sepuluh tahun yang lalu) 1300 l/detik, sementara posisi tahun kemarin tinggal 800 l/detik. Ada penurunan hingga 500 l/detik. Padahal untuk kebutuhan air se kota Salatiga saja hanya berkisar 250 l/detik. Tampak jelas kalau kita lihat visualisasi broncapturing yang dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda tanhu 1921, sungguh dari tahun ke tahun mata air ini turun sangat-sangat signifikan.
Lebih lanjut Bahruddin menjelaskan, di tahun tahun lalu hal ini disadari oleh Qaryah Thayyibah. Setelah diupayakan penelitan peta hidrogeologi, peta batuan aquifer-nya, diketahui daerah catchment area untuki Senjoyo ternyata berada di Kelurahan Noborejo Kota Salatiga, Desa Butuh, Patemon, Bener, serta Tegalwaton Kecamatan Tengaran serta desa Jetak kecamatan Getasan Kab. Semarang.
"Untuk itu, diupayakanlah konservasi air terutama dengan cara sipil teknis dengan membangun sumur resapan di catchment Area Senjooyo, sampai terbangun 930 unit sumur resapan di kelurahan Noborejo, Butuh, Patemon, dan Jetak. Alhamdulillah, situasi saat ini (di musim kekeringan ini), sepertinya debit mata air Senjoyo, meskipun belum dilakukan pendataan, terasa telah mengalami kenaikan yang signifikan. Sawah padi di sebelah sekretariat Qaryah Thayyibah tetap hijau dengan air yang melimpah dari Senjoyo padahal distribusinya masih menggunakan saluran tanah yang tingkat porositasnya cukup tinggi." Katanya.
Karena sawah-sawah di sebelah sekretariat Qaryah Thayyibah ini sampai sejauh mata memandang semua tergenang air, sumber mata air di kawasan hilirnya (sumber si luwing, sendang, Jengglong, mbah Harjo.) Juga tetap memancarkan air. Padahal di tahun-tahun lalu ketika musim kekeringan begini sumber mata air si Luwing yang menjadi gantungan dari sawah-sawah di bawahnya di kelurahan Sidorejo Kidul, dan air minum bagi desa-desa di kecamatan Pabelan Kab. Semarang sempat mati total.
Lebih lanjut Bahruddin memaparkan hitung-hitungan mengenai air yang meresap ke dalam tanah. "Hitung saja kalau dari 6 desa itu rata-rata perdesa ada 3.000 rumah maka ada 18.000 rumah. Kalau masing-masing rumah membangun 2 sumur resapan, berarti optimalnya mestinya ada 36.000 sumur resapan. Nah, bandingkan saja, 930 yang sudah dibangun Qaryah Thayyibah dibanding 36.000 yang seharusnya terbangun." Kata bahruddin di FB nya.
"Bayangkan saja kalau ada 36.000 sumur resapan di catchment area Senjoyo, berapa besar debit sumber mata air Senjoyo?, juga seberapa besar kontribusi penurunan banjir untuk daerah Demak dan sekitarnya di musim penghujan. 1.000 liter per detik itu = 31 Milyar lebih liter per tahun !!!" Demikian penjelasan Bahruddin dengan bersungguh-sungguh.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa bulan-bulan depan Qaryah Thayyibah akan terus mengupayakan, mengoptimalkan konservasi air untuk Senjoyo dan sumber-sumber mata air lain di kawasan Merapi-Merbabu. Alangkah indahnya kalau diikuti oleh masyarakat di seantero republik ini dan alangkah dahsyatnya kalau upaya ini didukung atau dilakukan oleh Negara (pemkab/pemkot, pemprov dan pemerintah pusat).
"Saya membangun sumur resapan di halaman rumahku yang mampu menampung air hujan dari 10 rumah dan pekarangan tetanggaku, 5 tahun yang lalu kalau musim kemarau begini sumur air di rumahku selalu harus ngeduki(menguras:red), sekarang ini tetap melimpah air. Dan saya serta tetangga saya tidak ikut andil sedikitpun membanjiri daerah Demak dan sekitarnya di musim penghujan." Kata Bahruddin mengakhiri penjelasannya./jb
0 komentar :
Posting Komentar