Alokasi Import Daging Sapi untuk Industri 2015

Kementrian Perindustrian
Salatiga. Caping. Kementerian Perindustrian telah menyepakati alokasi import daging sapi untuk industri. Hal itu sebagaimana tertuang dalam siaran pers yang dirilis kementrian tersebut pada Selasa, 7/7. Ada berbagai point penting dalam pers release tersebut yang menarik untuk dicatat. berikut adalah petikannya.

Kementerian Perindustrian terus mendorong industri pengolahan daging dalam negeri untuk terus meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk yang lebih tinggidibandingkan produk olahan impor. Hal ini dalam rangka mengurangi impor daging dan olahannya yang semakin melonjak.

“Saat ini Pemerintah terus melakukan perbaikan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada industri dalam negeri, misalnya dengan pengaturan harga yang lebih kompetitif, menjaga kualitas produk,meningkatkan kepercayaan pada konsumen dan menjaga tersedianya pasokan,” kata Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan Kementerian Perindustrian, Abdul Rochim pada konferensi pers di Jakarta, Rabu (8/7).

Berdasarkan data BPS, peningkatan impor daging olahan dimulai tahun 2012, dimana nilai impor untuk kelompok HS 1601 (sosis dan olahan daging lainnya) sebesar USD 305.612 dan meningkat menjadi USD 4.521.997 pada tahun 2013. Bahkan tahun 2014 mencapai USD 5.559.136 atau naik 18 kali lipat dibanding tahun 2012.

Peningkatan impor juga terjadi pada produk HS 1602 (olahan daging lain lain di luar sosis), dimana tahun 2012 senilai USD 9.885.078 menjadi USD 12.631.003 pada 2013 dan tahun 2014 mencapai USD 14.242.060 atau naik sebesar 45%  dalam dua tahun.

Sementara itu, Malaysia merupakan negara utama yang memasok produk golongan sosis ke Indonesia sebesar USD 4.765.717 atau 85,73% dari total impor pada tahun 2014. Sedangkan, produk olahan lain-lain, dipasok oleh Australia sebesar 79,2% dan Malaysia sebesar 13,87%.

Saat ini terdapat 30 unit industri pengolahan daging dengan total kapasitas produksi sebesar 296.000 ton. Dari total produksi tersebut, lebih dari 70% merupakan produk olahan berbasis bahan baku daging ayam. “Bahan baku daging sapi untuk industri belum dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri (manufacturing meat dan secondary cut). Kemampuan rumah potong hewan (RPH) dalam negeri hanya 10% memenuhi kebutuhan jenis daging sapi untuk industri,” ungkap Rochim.

Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian melakukan survei dan verifikasi  industri pengolahan daging untuk mengetahui realisasi impor pada tahun 2014,kebutuhan bahan baku daging sapi tahun 2015,dan konversi penggunaan daging terhadap produk akhir daging sapi olahan yang dihasilkan.

Tahun 2013, telah disepakati alokasi impor daging sapi untuk kebutuhan industri sebanyak 19.400 ton dalam bentuk CL 65 (kandungan daging 65 persen) dan CL 85 (kandungan daging 85 persen). Rinciannya sebagai berikut: untuk Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia (NAMPA) sebanyak 14.500 ton, Asosiasi Industri Distributor Daging Indonesia (AIDDI) 1.700 ton, Asosiasi Pedagang Mie dan Bakso (APMISO) 1.400 ton, serta Asosiasi Pengusaha Pengolah Daging Skala Menengah Kecil dan Rumah Tangga (ASPEDATA) 1.800 ton. Sedangkan alokasi Horeka sebanyak 12.600 ton.“Hingga Agustus 2013, realisasi impor daging telah mencapai 75 % dari alokasi sebesar 19.400 ton,” ujar Rochim.

Selanjutnya, pada 2015, telah disepakati alokasi impor daging sapi untuk kebutuhan industri sebanyak 23.880 ton dalam bentuk CL 65 dan CL 85 dengan rincian untuk NAMPA sebanyak 17.000 ton, APMISO 1.900 ton, AIDDI 2.500 ton, ASPEDATA 2.400 ton dan Ikatan Pedagang Bakso Indonesia(IPBI) 80 ton. “Kesepakatan alokasi impor tersebut sambil menunggu hasil survey dan verifikasi kebutuhan daging dari PT. Sucofindo,” kata Rochim. Ditambahkannya, “Pada Januari 2015,Kementerian Perdagangan telah mengumumkan bahwa kebutuhan daging impor tersebut telah diberlakukan bebas, dalam arti para importir bebas untuk mengimpor daging sapi”./jb

sumber: Situs Kementrian Perindustrian Indonesia
SHARE
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar