Oleh: Arif Burhan
The Aconimist (22/2/2015) |
Sebelum mengurai tentang relevansi teori imperialisme di Indonesia, saya rasa kita harus mengucapkan terima kasih kepada sedikitnya tiga pemerhati imperialisme yang menulis dalam bahasa Indonesia seperti A. Sangaji, Ted Sprague, dan M. Zaki Hussein. Saya kira tidak hanya mereka, namun kita bersama merasakan perlu menelaah bagaimana kontribusi teori imperialisme secara umum lewat pembongkaran beberapa pemikiran guna menjelaskan realitas yang terjadi dewasa ini.
Membicarakan imperialisme kita tidak bisa lepas terutama dari kontribusi Lenin sebagai wakil dari teoritisi Marxis di luar Hilferding, Rosa Luxemburg, serta Karl Kautsky. Penggambaran para pemikir tersebut, kiranya menjadi bahan yang lengkap setelah menambahkan beberapa pemikir dengan aliran liberal seperti Hobson, Negri dan Harvey.
Baiklah kita mulai,
Imperialisme kuno dapat kita ungkit lagi pada masa Yunani dan Romawi. Saya mencarinya dalam buku Great Dialogues of Plato dan Montesquieau dalam the greatness of the romans and their decline untuk melansir imperialisme kuno. Kesimpulannya adalah imperialisme saat itu lebih bernuansa monarkis dan nafsu yang emosional dalam persaingan kebesaran (glorious). Ciri yang kemudian tidak kita temukan pada imperialisme dewasa ini. Imperialisme dalam kapitalisme lebih mendasarkan ekonomi sebagai faktor pendorong ekspansi penguasaan daerah lain.
Tema imperialisme menjelaskan tentang dinamika dan perkembangan sistem industri kapitalis pada tahap lanjut, seperti hari ini. Memahami imperialisme dari perspektif liberal seperti halnya Hobson dalam bukunya, 'imperialism' tahun 1902, kita dibawa pada penjelasan marketing produk yang sudah jenuh (overproduksi) di dalam negeri industri. Overproduksi ini ditandai melimpahnya barang, sementara pembeli sudah terbatasi daya beli dan konsumsinya. Di sinilah, para kapitalis melakukan inovasi marketing dan usaha baru kalau tidak ingin usahanya bangkrut. Kapitalis mau tak mau mengekspor pasar, komoditas dan finansial demi keberlangsungan akumulasi nilai lebih. Tidak sekedar bersaing, namun harus berkembang menjadi monopoli usaha dan masa depan produknya. [1]
Ekspansi imperialisme ini harus dipahami dalam tiga bentuk, ekspansi kapital komoditas, industri dan finansial. Jadi, apa yang diekspor keluar daerah itu ternyata tidak hanya produk, mesin, namun juga modal (uang) ke daerah lain. Mereka membuka cabang, membeli saham atau mendirikan industri di dunia ketiga atau masyarakat-masyarakat pra-kapitalis. Secara tidak langsung, boleh kita sebut, bahwa imperialisme adalah awal mula kapitalisme di dunia ketiga.
Dengan keberadaan tempat yang baru, ekspor atas barang itu dimungkinkan. Di daerah koloni itu pula, kapitalis juga berpeluang untuk mendapatkan sumberdaya produksi yang lebih murah dan terjangkau baik berupa bahan, harga maupun tenaga (ada juga imperialisme di negara industri).[2] Imperialis mengendalikan roda industrinya bisa jadi tidak secara langsung. Imperialis ini adalah sekaligus para globalis yang sekedar membutuhkan bahwa ia telah memiliki usaha yang baru.
Dalam lintasan sejarah kita diperkenalkan dengan kolonialisme dan imperialisme. Sepintas secara esensial keduanya mirip. Bagi awam kolonialisme dan imperialisme berbeda dalam tekanan instrumen menguasai negara jajahan. Dan, di dunia ini kita lihat banyak negara-negara di Afrika, Amerika Latin, bahkan di beberapa negara Asia, juga Indonesia pernah dan sebagian masih menjadi koloni negara imperial Eropa, Jepang, dan AS. Pembagian lokasi oleh negara imperial ini, agar kompetisi itu mengarah pada kondisi tidak saling mematikan. Dari pembagian daerah ini, peperangan kita pahami, sebagai mekanisme membagi ulang daerah-daerah koloni dan imperial.
Sekali lagi, kita perlu menyepakati bahwa imperialisme adalah faham yang dengan semangat dan nafsu mencari daerah baru dalam kerangka sistem manufaktur atau yang lumrah disebut kapitalisme. Nyaris di abad ke 21 ini, tidak ada daerah perawan yang tidak menjadi daerah koloni atau imperial para kapitalis. Kapitalisme secara tidak sengaja masuk dalam industri-industri kecil, menengah, bahkan atas negara-negara yang mencap diri sebagai sosialis seperti China, Ekuador, Venezuela, Vietnam, dll. Barangkali perbedaan antara imperialis atau tidak hanya kadar rendah atau tinggi.
Akhirnya, kita terbuka fikirannya saat melihat imperialisme dalam berbagai korporasi bisnis yang menjalankan sistem kapitalis. Kita akan menghubungkan imperialisme terkini sebagai mewabahnya KFC, CFC, atau Mc Donald, dsb. di sebuah negara. Kemandirian China sebagai sebuah negara sosialis yang menjalankan sistem ekonomi terencana akan 'diragukan', saat modus-modus kapitalisme yang individual bebas berdiri.
Akan menarik saat kita tertarik untuk mencari jawaban? Sebetulnya imperialisme sangat dibutuhkan di dunia ketiga, seperti investasi asing, yang selalu ditunggu oleh pemerintah kita sekarang ini. Ini artinya, menunggu investasi akan sama saja terbuka untuk dijadikan daerah taklukan korporasi tertentu.
Nah, dengan menempatkan kapitalisme sebagai akar imperialisme, kita tidak kabur dalam menuduh bahwa dinamika kapital adalah aktor utama pemeran imperialisme. Agar tidak terlihat vulgar, para kapitalis ini bisa bersembunyi di balik nama negara bangsa. Lenin menyebut imperialisme adalah tahapan tertinggi dari kapitalisme, namun Kautsky seterunya menyebut masih ada ultra-imperialisme.
Imperialisme Dewasa Ini
Menggunakan kosa-kata kontemporer dalam menjelaskan suatu kurun waktu bersifat sangat relatif. Kontemporalitas saya bisa jadi berbeda dengan kontemporalitas anda, dll. Namun, untuk memahami imperialisme kita mau tidak mau harus menggunakan terminologi yang positivis dimana konsep itu merujuk pada pengertian yang sama. Bahwa modus kapitalisme adalah penguasaan areal lain untuk kepentingan akumulasi kapital, dan ini artinya imperialisme belum beranjak menjadi sesuatu yang lain dari apa yang dimaksudkan oleh Lenin tersebut.
Imperialisme modern telah berkembang menjadi monopoli oleh beberapa kartel. Kompetisi tanpa henti yang pada awalnya menjadi ciri kapitalisme awal, telah usai dan yang terjadi selanjutnya tersisa hanya beberapa perusahaan manufaktur besar dengan jutaan karyawan, namun terapropriasi kepemilikannya oleh beberapa orang saja. Konglomerasi ini semakin mantap dengan arus interkoneksi ruang dan waktu dalam pakta perjanjian kerjasama antar negara/ globalisasi.
Di berbagai media liberal kita membaca bahwa sebuah bank raksasa asal Swiss -HSBC telah terlibat 'pembekingan' sejumlah rezim diktator. [4] Tak berhenti di situ, kita juga melihat bagaimana data lain yang mengetengahkan efek imperialisme dalam jumlah total kekayaan beberapa korporasi melebihi kekayaan total uang sebuah negara berkembang. [5]
Afrika dalam kacamata korporasi Amerika (sumber fb.)
Akhirnya
Secara umum kolonialisme dan imperialisme asing di tanah air merupakan rintisan dari korporasi patungan VOC. Mereka saat itu berkepentingan membuka pasar, mencari bahan baku, dan tenaga kerja murah. Pengambilan keuntungan baru sekedar itu, imperialisme kolonial ini tidak secara vulgar memukul feodalisme secara langsung, namun merubahnya menjadi setengah feodal dengan memperkenalkan monetisasi, sistem upah, dan orientasi produksi untuk pasar. Dengan berjalannya waktu, seiring dinamika dalam kapitalisme dan krisis yang dihadapi dalam sistem ini, kemudian para kapitalis merasa berkepentingan untuk merusak monopoli kepemilikan tanah oleh para tuan tanah yang menjadi ciri pokok dari feodalisme. [6]
Sebelumnya saya telah menulis dalam kapitalisme finansial di blog ini beberapa waktu lalu [7]. Menjadi Cukup menarik bahwasanya kita perlu menarik pemahaman bahwasanya kredit mikro dan imperialisme secara tak langsung menjadi terhubung. Fenomena banyaknya kredit dari bank-bank besar yang masuk ke desa-desa menjadi model apropriasi bagaimana proses akumulasi primitif (atau awal mula dari masyarakat pra-kapitalis) [8] syah berdiri. Ilustrasinya, dengan hutang, seakan-akan orang desa merasa terberdayakan dan diberi kesempatan berusaha, namun di sisi lain ketidakmampuannya menghadapi kompetitor yang pada akhirnya terlampau besar dan telah memonopoli sendi-sendi perekonomian, hanguslah mimpi menjadi kapitalis kecil. Imperialisme telah disematkan di pedesaan melalui instrumen kredit mikro. Bukan laissez faire, yang terjadi justru proletarisasi.[9]
________________
1 Hobson dalam Heilbroner terjemahan Buntaran, UI Press. halaman 217.
Selebihnya adalah pembagian daerah-daerah di dunia oleh negara-negara di Eropa Barat dan Utara, Amerika Serikat, Jepang dan Soviet. Koloni di Afrika, Arab, Amerika Latin termasuk Australia, menjadi daerah favorit dimana akhirnya locus itu tidak hanya menjadi tempat dan pasar, melainkan juga menjadi daerah yang dimanfaatkan tenaga kerja dan sumber daya alamnya untuk kepentingan negara induk (kolonial).
2 Lenin dalam tulisannya bertahun
3 Geoffrey Barraclough. an introduction to comtemporary history, pelican book.
ia menerangkan bahwa imperialisme berhubungan erat dengan revolusi industri yang pertama kali berkembang di Inggris. awal revolusi industri itu merubah pola manusia bekerja dimana manusia diperkenalkan dengan sistem bekerja baru dengan pabrik dan penggunaan mesin-mesin.
4 anda dapat baca artikel menarik tentang imperialisme paling vulgar ini dalam http://www.icij.org/project/swiss-leaks/banking-giant-hsbc-sheltered-murky-cash-linked-dictators-and-arms-dealers
5 Data kesenjangan pendapatan sejumlah kecil orang kaya yang semakin membesar dibandingkan seluruh penduduk ini dapat anda lihat di tulisan berikut http://indoprogress.com/2013/09/aliansi-kelas-pekerja-dan-reformasi-agraria-di-indonesia/
6 Ulsan yang menarik tentang sistem setengah feodal dan feodal ini, sedikit saya sarikan dan modifikasi daro catatan facebooker di link ini.
7 http://politik.lsdpqt.org/2014/07/kapital-finansial-krisis-pada-mode.html
8 http://politik.lsdpqt.org/2013/06/akumulasi-primitif-dan-tersingkirnya.html
9 Catatan penting bagi kita setelah mengenal imperialisme, bagaimana sejarah perkembangan dan modifikasi-modifikasi, serta sejauh mana kejahatan yang diakibatkannya, kita perlu melakukan perlawanan-perlawanan pada basis pemuda dan petani sebagai berikut:
a. Bahwa kredit mikro menjadikan petani individualis dan rasional individual, bahwa kesejahteraan petani hanya mungkin dibangun dengan penguatan organisasi petani yang beraliansi dengan buruh untuk menumbangkan sistem kapitalisme penggerak imperialisme.
b. Kaum tani dan pemuda perlu melengkapi pengetahuan revolusioner untuk mencegah proses imperialisme yang seakan-akan ilmiah ini masuk dan menjadi parasit bagi kaum tani yang lemah dan relatif kurang kritis.
*Arif Burhan: Pemuda Petani dari Paguyuban Petani AlBarokah, Ketapang, Kab. Semarang
Sumber: http://politik.lsdpqt.org/2015/02/imperialisme-kontemporer-indonesia.html
0 komentar :
Posting Komentar