Di berbagai suku bangsa inilah islam tumbuh dan berkembang sampai saat ini |
Cara dan bagaimana Islam dihadirkan dan dibumikan di Indonesia menarik untuk dipelajari dan ditingkatkan. Islam yang bermula dari wahyu Ilahi, Al-Quran lantas dibahasakan dan diejawantahkan dalam bahasa yang bisa dipahami, diterima, dihayati dan kemudian diamalkan oleh rakyat Indonesia. Proses ini bukan proses tiba-tiba dan sebentar, namun merambat melalui pembelajaran terhadap hakekat bangsa Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu suku, adat, bahasa, kondisi alam, dan sebagainya. Islam yang hanya memiliki satu kitab suci, harus berhadapan dengan sebuah bangsa yang beraneka ragam.
Sejarah mencatatkan bahwa kedatangan Islam di Indonesia melalui proses perdagangan, dan persebarannya merata di pantai- pantai di jalur perdagangan kala itu. Sehingga islam hadir dalam interaksi sehari-hari antara pedagang yang datang dari luar dengan pedagang dari indonesia. Filosofi dagang adalah kesetaraan dan kesepakatan artinya antara penjual dan pembeli memiliki posisi bicara dan kekuatan tawar yang sama. Maka ketika kedua belah pihak melakukan transaksi biasanya atas dasar saling diuntungkan. Kedua belah pihak menerima hasil transaksi dengan puas.
Artinya Islam harus diletakkan pada bagaimana teks harus dipahami, dihayati dan diamalkan. Teks bukan buku besi yang terlepas dari konteks. Dalam Islam ada asbabun nuzul dan asbabul wurud. Spirit dari dua ilmu ini adalah pemeluk islam harus membuka diri untuk memahami realitas, mengedepankan nilai-nilai dasar islam di atas teks itu sendiri. Dengan demikian Islam bisa dipahami, dihayati dan diamalkan oleh pemeluknya dari latar belakang yang begitu beragam. Tidak ada penyeragaman dan pemberlakuan satu kebenaran karena ada ruang untuk melakukan penafsiran, interpretasi dan bahkan ada ruhsoh di sana.
Filosofi ini pulalah yang kira-kira mendorong diterimanya Islam karena Islam dibawa melalui interaksi, melalui bincang- bincang, melalui proses berkali-kali. Namun semua proses tersebut tidak ada unsur paksaan apalagi penindasan dan perang. Artinya yang tidak menerima pun tetap bisa berinteraksi, tetap bisa menjadi mitra dagang, dan tetap diberlakukan setara. Sehingga kemudian Islam diterima sebagai agama yang santun, mengedepankan perdamaian, menghormati segala perbedaan, dan menjunjung tinggi penghormatan terhadap pluralisme. Maka tidak heran jika kemudian Islam bisa diterima di Aceh, Banten, Batavia, Cirebon, Demak, Palembang, Pariaman, Ternate, Tidore, Bacan, Tanah Hitu, Iha, Makasar, Guo, Buton, Bone, Pontianak,Sambas, Kutai, Berau, Bulungan, Pajang, mataram, Demak, Samudra Pasai, Pagaruyung, dan lain sebagainya. Padahal suku-suku tersebut sebelumnya belum pernah ada yang menyatukan.
Di Indonesia yang terdiri dari bermacam suku dan budaya, Islam hadir dan menyatu dengan budaya, adat dan hidup keseharian para pemeluknya. Bahkan masyarakat Minang memiliki peribahasa Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato Adat Mamakai. Yang artinya kira-kira bahwa Hukum adat berdasarkan hukum agama, hukum agama berdasarkan Alquran. Segala perbuatan atau pekerjaan hendaknya selalu mengingat aturan adat dan agama, jangan hendaknya bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Ini berarti telah terjadi integrasi antara adat, syariat dan kitabullah. Nampak adanya upaya untuk membumikan al-quran, mengintegrasikan ajaran Islam dengan perkehidupan.
Pada bagian lain Islam Indonesia juga menjadi penyemangat dan menumbuhkan patriotisme. Gerakan perjuangan melawan segenap penjajahan, imperialisme, memerangi penindasan dan kemiskinan senantiasa dihidupkan untuk melahirkan gerakan perubahan. Bagaimana kelompok agama ini kemudian gigih berani memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari penjajah, tidak lepas dari nilai dan keyakinan agama Islam yang dianutnya. Perjuangan melawan penjajah baik melalui angkat senjata, jalur pendidikan, maupun organisasi sosial dan politik, merupakan salah satu bentuk penghayatan dan pengamalan nilai dan ajaran agama Islam oleh muslim Indonesia.
Besarnya komitmen Islam Indonesia dalam menghormati perbedaan dan keanekaragaman tetap bisa dilihat hari ini. Islam mayoritas dan dipeluk oleh tidak kurang dari 85% penduduknya, sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara dengan populasi islam terbesar di dunia, tetapi tidak terbersit sedikitpun untuk menjadikan negara Indonesia sebagai negara Islam. Hal ini karena Islam Indonesia menyadari bahwa ada umat lain di Indonesia yang harus dihormati dan diperlakukan setara sebagai bagian dari Bangsa Indonesia. Kesemua ini dijamin dalam konstitusi Indonesia yaitu Pancasila dan UUD 1945.
Ini adalah cara bagaimana Islam Indonesia menghadirkan diri dan mengejawantahkan ajaran, nilai dan makna yang terkadung dalam Islam dalam kehidupan bernangsa dan bernegara. Lebih luas dari sekedar mewujudkan diri dalam bentuk pesantren, dalam bentuk masjid, madrasah, musholla, meunasah, surau, atau langgar. Lebih dalam dari sekedar yasinan, tahlilan, peringatan hari kematian, dan juga membaca albarjanji. Lebih kaya dari yang dimunculkan dalam kongres, muktamar, bahtsul masail, lailatul ijtima’, dan peringatan maulid nabi. Lebih bervariatif dari sekedar perdebatan soal shahih, soal bid’ah juga soal muslim dan soal kafir.
Fakta di atas memperlihatkan bahwa cara dan bagaimana Islam Indonesia mewujudkan dirinya merupakan kekuatan yang tidak boleh diabaikan dan harus dipertahankan. Mewujudkan diri sebagai agama yang menghormati perbedaan, agama yang bisa hidup berdampingan dalam keanekaragaman dan keberagaman, agama yang tidak memaksakan keseragaman./jb
Disampaikan dalam MAPABA PMII di Reksosari, 11 Oktober 2014
--
Sebelumnya dimuat dalam blog pribadi penulis pada 13 oktober 2014Gambar:http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Indonesia_Ethnic_Groups_Map_id.svg
0 komentar :
Posting Komentar