Purwanto; Caleg yang mengusung tema Agraria
Purwanto adalah seorang anak petani, Ayahnya bernama Susiyo sudah almarhum, dan ibunya bernama Rusiyem. Lahir di Boyolali, 39 tahun yang lalu. Memulai pendidikan dasar di SD Negeri Sendang II, lulus pada tahun 1986 dengan nilai ebtanas tertinggi disekolahnya. Tapi sewaktu jadi mahasiswa, ijazah SDnya hilang karena digadaikan untuk membiayai kekurangan beaya sewaktu jadi panitia dikpol (pendidikan politik) di Solo.
Kemudian melanjutkan ke SMPN1 Karanggede, lulus tahun 1989. Setamat SMP tidak langsung melanjutkan ke SMU karena maen dulu ke Lampung, Disana dia menyusul kakek dan neneknya menanam kopi dan memancing ikan di sungai. Hingga sang Ayah menyusul untuk diajak pulang ke Jawa.
Sesampainya di Jawa, Purwanto sekolah lagi di SMU Negeri 1 Karanggede, tapi sewaktu sudah kelas tiga, dia mbolos sekolah selama hampir tiga bulan maen lagi ke tempat neneknya di Lampung, dan dikeluarkan dari sekolah tersebut. Akhirnya pada tahun 1996 dia berhasil menyelesaikan sekolah di SMU Muhammadiyah 7 Karanggede dengan nilai tertinggi pula.
Selepas SMU, Purwanto kemudian mengikuti kursus elektronika yang diadakan oleh BLK Boyolali. Sewaktu ikut kursus tersebut, Purwanto berkenalan dengan salah seorang peserta kursus yang kebetulan baru menyelesaikan skripsinya. Purwanto sering diskusi tentang dunia gerakan mahasiswa yang menentang Suharto saat itu. Maka kemudian Purwanto pun ikut kuliah di kampus mahasiswa tersebut.
Kampus hijau, demikian orang-orang menyebutnya. Sewkatu kuliah di STAINU (sekarang UNU) Surakarta itulah Purwanto mulai mengenal dan aktif di gerakan mahasiswa, dan beberapa komite aksi mulai dari PMII(Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), DRMS (Dewan Reformasi Mahasiswa Surakarta), KOBER (Komite Bergerak) dan FPPI (Front Perjuangan Pemuda Indonesia).
Selain aktif di gerakan mahasiswa, sewaktu kuliah Purwanto bersama kelompok-kelompok lain pernah terlibat dalam berbagai lembaga antara lain: SOPING (Solidaritas Orang Pinggiran), KESUMA (Kelompok Sahabat Untuk Masyarakat), INRES (Institute for Researce and Empowering Society), KOMPIP (Konsorsiium Monitoring dan Pemberdayaan Institusi Publik), dan Pattiro (Pusat Telaah dan Informasi Regional).
Menjelang 2004, karena kuliahnya tidak segera lulus. Purwanto akhirnya pulang ke Karanggede, Ikut orang tuanya bertani dan membentuk kelompok tani “Makhuto Dewo” yang akhirnya bergabung ke SPPQT Salatiga. Karena sebelumnya sempat mendapat mandat untuk membentuk partai politik di Boyolali tetapi tidak lolos verifikasi faktual KPU. He he he..
Tahun 2009, Purwanto sempat terlibat dalam dua macam organisiasi kemasyarakatan, yakni Persindo (Persaudaraan Indonesia) yang saat itu akan mengusung Sri Sultan Jogja agar mau menjadi Presiden RI. Namun dalam perjalanannya tidak sesuai yang diharapkan. Akhirnya mendirikan organisasi baru bernama BK (Benteng Kedaulatan) yang mengusung Bung Bugiakso (menantu Jend. Sudirman) tetapi juga tidak ngangkat, capek deh…
Saat ini Purwanto sebagai staf sekretariat DPP(Dewan Perwakilan Petani) SPPQT, selain itu juga bertugas membangun jaringan reforma agraria dan respon isu aktual. Selama menjadi Staf SPPQT, Purwanto juga menjabat sebagai Ketua KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria) Jateng-DIY periode 2010-2013.
Selain di SPPQT Salatiga, Saat ini Purwanto juga menjadi Sekretaris DPD PERINDO (Persatuan Indonesia) Boyolali. Sebuah ormas yang diketuai oleh Harry Tanoesudibyo. Karena menjabat sebagai sekretaris DPD PERINDO Boyolali, Purwanto di dorong untuk maju mencalonkan diri menjai DPRD Kab Boyolali pada 9 April mendatang. Melalui Partai Hanura Nomor urut 3 Daerah Pemilihan V (lima) meliputi Kec. Musuk, Cepogo, dan Selo.
Visi : Terciptanya Keadilan Agraria bagi Seluruh Rakyat Boyolali”
MISI : Berjuang bersama Rakyat Boyolali. Mengabdi untuk Rakyat Boyolai, Hidup dan Mati untuk Rakyat Boyolali
REVOLUSI BERARTI MEMULAI
Mengembalikan ideologi sebagai jawaban persoalan-persoalan ekonomi politik serta kebudayaan rakyat Boyolali. Kita musti bikin jernih pikiran perjuangan kita, sehingga tidak diboroki penyakit-penyakit yang meruyak dari busuknya kekuasaan. Ideologi bukan alat untuk mencapai kekuasaan, justru kekuasaanlah yang harus kita TUNDUKkan untuk mencapai cita-cita ideologi itu sendiri.
Tanpa kejernihan pikiran, perjuangan bakal dengan mudah terjebak menjadi revolusionerisme neurotis yang –di lingkungan borjuis- muncul dari status kesadaran yang hanya mempercayakan kemanusiaan pada persoalan kalah menang dalam urusan kekuasaan dan –dilingkungan masyarakat biasa- keadaan jiwa yang sedang TIDAK TERIMA bahwa ada yang hilang di masa lalu kemanusiaan mereka.
Meretas Jalan kemenangan; kekuatan pergerakan musti dengan sukarela dan gembira membangun ideologinya sebagaimana kaum tertindas dunia ketiga. Buruh Tani Boyolali menempa keuletannya berhadapan dengan silih ganti penghisapan-penindasan. Keliatan sejarah rakyat Boyolali sebagai bagian dari bangsa terjajah: inilah modal awal perjuangan militan daerah ini.
Belum munculnya wakil rakyat yang secara sadar, dan bertanggung jawab menyediakan diri , untuk merumuskan secara sistematis , jalan keluar bagi keuletan itu dari semata-mata bentuk keterpinggiran; eskapisme historis, adalah penyebab utama kenapa Rakyat Boyolali; dengan ketangguhan mental yang secara alamiah tertempa oleh sekian ratus tahun penindasan serta optimisme yang selalu segar dan hijau, sampai saat ini masih harus tertahan kemenangannya.
Wakil Rakyat Boyolali, punya kebutuhan penting di lingkungan ini, Bukan untuk mengobral teori dan kesombongan sebagai pemasok kedadaran ke kepala buruh tani, akan tetapi untuk menjadi penghubung antara keliatan fikiran dan kearifan mereka dengan fase-fase perjuangan menyusun kemerdekaan. Sebagai kekuatan produktif, daya juang serta daya tahan ekonomi politik mereka akan menjadi gelombang besar pergerakan bersama yang siap dan bersedia MENJADI MEREKA, bukan membawa-bawa nama mereka.
baca pula: Aktivis Caleg
0 komentar :
Posting Komentar