Dino sesuk kui ora enek, sing enek kui sak iki
Tidak ada hari esok yang ada adalah sekarang (anonym)
Dalam mode produksi industri, drama penindasan kelas pemilik modal yang dibantu negara, berhadap-hadapan dengan kelas buruh tani. Penemuan mesin, teknologi dan produknya dalam pertanian dimanfaatkan dengan baik oleh kelas menengah untuk membuat para feodal tua blingsatan. Borjuis-borjuis bisnis yang cerdas menangkap peluang, secara agresif berpatungan modal untuk mendukung penemuan industri ini. Setelah inovasi mapan, para pebisnis kemudian menendang feodal-feodal tua dari monopoli kekayaan di desa-desa. Dominasi Feodalisme 'tamat' di bawah ter-okupasinya tanah, traktor, mobil oleh para borjuis kota. Akibatnya, patronase tuan feodal berserak, petani yang biasa 'menyusu' tak tahu harus kemana lagi menggantungkan hidup. Tuan tanah yang full privelege dan terbiasa hidup santai, kini sudah dipaksa 'kere'.
Proletarisasi petani ini dapat kita tarik dalam kasus penggunaan bibit hibrida oleh para petani. Oleh pabrik bibit hibrida sengaja dibuat untuk sekali tanam. Bagi para petani situasi ini berarti menyulitkan petani dalam membuat benih. Mereka harus tetap membeli benih hibrida. Jadi, para petani yang menggunakan benih hibrida akan membayar lagi dalam pembelian benih musim tanam ke depannya. Ketergantungan benih hibrida ini secara efektif akan mencegahnya dari proses kemandirian dalam pembuatan benih. Para petani tetap tergantung kepada para agen penjualan, yang kebanyakan orang asing seperti Monsanto, Kapal Terbang, dll.
Gejala semakin tersingkirnya gagasan pertanian mandiri juga terancam dari kondisi ekonomi pedesaan yang tidak produktif. Masuknya uang menjadi alat tukar ke desa membuat hubungan sosial sehari-hari menjadi komersil, orang yang ramah berubah 'matre'. Untuk kebutuhan, petani harus membeli barang material primer dengan sejumlah uang. Akibatnya, para petani harus menukar gabah demi uang walau harganya lebih rendah dari harga pasar, biasanya kepada tengkulak. Kalau ada stok gabah, proses kehidupan ekonomi 'sak madyo' seperti ini masih baik walaupun sebetulnya berat untuk terus dilanjutkan. Yang kasihan adalah, kalau sampai batas persediaan hasil pertanian untuk ditukar telah habis atau menipis. Apa yang akan ditukar oleh para petani demi mendapatkan 'uang' ini? Tentu saja ngeri, lapar, anarki dan parahnya justru ini yang kerap terjadi.
0 komentar :
Posting Komentar