Ironi Setelah Hujan

oleh: Pemuda Burhan Kelana


Part I
Dari dalam kamar kupandangi pohon Melinjau dengan daun-daun yang masih basah berkilau-kilauan. Hujan sedari pagi baru berhenti sore ini. Tetes-tetes sisa hujan yang tertinggal, jatuh pelan-pelan setelah merembesi genteng. Satu persatu air sisa hujan yang merembes itu, akan habis juga.
            Di musim-musim yang seperti ini, cuaca akan sangat tidak menentu. Hujan dan badai bisa datang tiba-tiba. Bepergian akan menjadi perkara, apalagi kalau kondisi badan sedang tidak bagus, serangan masuk angin tiba-tiba bisa datang. Beberapa tetangga terutama anak kecil, sakit dan harus menginap di rumah sakit. Kebanyakan terserang penyakit typhus ada juga yang terserang demam berdarah.
            Sementara suara anak-anak yang bermain sudah tak kedengaran. Sore telah menutup hari ini dengan lembutnya.
Sumber gambar: http://www.south-africa-tours-and-travel.com

         Burung-burung Manyar, Emprit atau Peleci telah pulang ke susuh nya masing-masing. Begitupun ayam Jago dan ayam Bangkok piaraan yang telah mengerumuni kandang, berekor-ekor menumpuk tak masuk, hanya mendekam di luar.
        Tinggal bersama beberapa hewan piaraan, sudah jadi biasa bagi warga desa. Barangkali hanyalah tikus yang kami benci. Sudah dua tahun ini tikus menyerang panenan. Lahan-lahan yang tadinya hijau dengan padi yang tumbuh subur, kini yang tampak melompong dimakan tikus. Konon, tikus yang menyerang sangat banyak dan bersamaan, sehingga hanya dengan satu ataupun dua kali serangan sawah sudah bersih ludes. Biji-bijian padipun tinggal pohonnya saja.
            Oleh sebab hama tikus itulah, sawah-sawah kini padi sudah tak banyak ditanam lagi. Beberapa telah berganti dengan sayur-sayuran, beberapa tempat tidak ditanami sama sekali atau yang biasa orang desa sebut dibikin bero. Ongkos membayari modal menanam tidaklah sedikit, untuk membeli bibit, obat-obatan dan pupuk membutuhkan modal sampai jutaan. Modal jutaan bagi petani dengan luas lahan yang beberapa petak saja, tentu tidak edikit. Untuk membiayainya, biasanya mereka pinjam modal dari koperasi dan tengkulak yang dibayar dengan bunga sehabis panen atau dicicil per-bulan. Kalau panen gagal seperti waktu-waktu ini habislah mereka, tenggelam dalam kesusahan ekonomi.
            Sejak panen diladang sulit itu ada saja ikhtiar yang pernah dilakukan warga. Telah dilakukan tasyakuran atau biasa orang tempat kami menyebut Merdideso dengan wayang, gerebek tikus dan upacara lainnya. Orang-orang tua mengartikan ini sebagai usaha meminta do'a agar Dewi Sri sudi bermurah hati, sehingga wargapun dapat lagi panen seperti sediakala.
            Harapan perubahan tak kunjung datang, sementara kesulitan hidup semakin menghimpit. Keluarga-keluarga kecil dengan satu dua anak masih bertahan, namun bagi yang beranak banyak mereka semakin kesulitan dalam menyediakan makanan. Orangtua ataupun anak yang telah dewasa ada yang menyiasati dengan pergi merantau, ada yang berpindah profesi menjadi kuli-kuli atau pembecak di kota.
Bersambung ....
SHARE
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar