Indonesia |
Sungguh, dari pertemuan hari Jum’at (21/8) lusa di Kemenaker antara Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT) bersama ditjen Pembinaan Pelatihan dan Produktifitas yang diikuti langsung oleh dirjennya, Ir. Khoirul Anwar, MM., juga utusan dari Kantor Staf Presiden, dan meskipun berhalangan, staf Khusus Bappenas Eva Kusuma Sundari akan selalu membantu sepenuhnya, saya menjadi semakin optimistis persoalan bangsa ini akan segera terselesaikan.
Betapa tidak, ternyata kemenaker punya program “Desa Produktif” jauh sebelum ada UU Desa. Kalau saja dari dulu pemerintah kita langsung konsentrasi penuh pada “Desa Produktif” ini dengan alokasi sumberdaya terutama anggaran yang signifikan, tentu cerita hari ini sudah lain dengan kenyataan sekarang ini.
Sebagaimana Korea Selatan (info dari kawan Yanuar Nugroho Deputi 2 Kantor Staf Presiden) yang pada tahun 1970 masih lebih miskin dari Etiopia, sekarang sudah sejajar dengan Jepang, Israel, Hongkong, Taiwan, Singapura dll sebagai Negara maju. Ternyata Korea Selatan memang memulai pembangunannya “senyatanya” dari desa tidak hanya “dinyatakan” seperti pemerintahan kita masa lalu, terbukti dengan tingkat Urbanisasi Korea Selatan per hari ini menduduki peringkat terendah di dunia.
Nah, sekarang sudah ada UU Desa yang mengatur Dana Desa dengan besaran yang signifikan, sudah ada kementerian desa yang siap mencanangkan Desa Berdaya Membangun Indonesia, akan menjadi gerakan pemberdayaan yang dahsyat ketika seluruh kementerian terkait bersinergi dengan gerakan pemberdayaan ini.
Kemenaker yang berkommitmen mengembangkan program “Desa Produktif” ini, patut mendapatkan dukungan luas seluas-luasnya. Lebih-lebih dengan sangat terbukanya Kemenaker, bahkan Menaker MHD mengundang pemikiran dari teman-teman SPPQT agar program ini menjadi tepat dan efektif memberdayakan rakyat dan desa.
Ada usulan dari SPPQT agar kemenaker konsentrasi penuh pada “tupoksi”nya yakni “tenaga kerja” dengan paradigma baru yakni “angkatan kerja”. Artinya tidak hanya “tenaga kerja” upahan tetapi perlu dikembangkan lebih besar lagi pada “angkatan kerja” yang mandiri mengelola sumberdaya yang melimpah ruah ini, dan bukan ke desa yang sudah menjadi “tupoksi”nya kemendesa. Kemenaker perlu merubah “Desa Produktif” menjadi “Angkatan Kerja Desa Produktif”.
Saya yakin seyakin-yakinnya kalau kemenaker bersama Bappenas segera merumuskan ulang kebutuhan anggaran “Angkatan Kerja Desa Produktif” ini sampai benar-benar layak dan sinergi antara kemenaker dengan kemendesa berjalan optimal, kisah sukses Korea Selatan akan segera kita susul atau bahkan kita lampauiI, karena kita jauh lebih kaya sumberdaya alam. Insyaallah
0 komentar :
Posting Komentar