Lokasi Desa Bawu berdekatan dengan Kedung Ombo |
Warga Bawu tergabung sebagai anggota SPPQT dalam Paguyuban Petani Serang Jaya. Turut hadir dalam pemetaan ini adalah Arzaq, Ketua LSDPQT, Muhlisin, Ketua Bidang Pemuda SPPQT, Sukamto, Devisi Advokasi SPPQT. Mereka duduk membaur dengan pengurus Paguyuban, Pengurus Kelompok, Pengurus Gardu Tani Paguyuban serta kelompok perempuan.
Masyarakat menanami lahan tersebut dengan jagung, kacang dan kedelai. Selain itu mereka menanam pisang dan ketela. Hasilnya cukup menjanjikan. Penanaman oleh warga ini berlangsung hingga sekarang. "Dari tanah seluas 2.5 meter persegi kami menghasilkan sekitar 8 Kg Jagung." Kata warga yang lain menjelaskan. "Setelah jagung dipipil dari tongkolnya, dalam satu hektar bisa dihasilkan jagung sekitar 5 ton." Kata Maman, ketua Paguyuban Serang Jaya.
Lebih lanjut warga menjelaskan bahwa proses pembabatan hutan jati dan penanaman oleh warga ini dimulai sejak adanya "Geger montor mabur". Ditengarai bahwa yang dimaksud geger montor mabur tersebut adalah Agresi Militer Belanda yang terjadi tahun 1949. Hal ini cocok jika disandingkan dengan penjelasan warga sebelumnya yang mengatakan mereka menggarap mulai tahun 1950-an. "Ketika Geger Montor Mabur itulah lahan jati ditebangi entah kenapa, kemudian kayu dibiarkan bertebaran begitu saja. Setelah itu warga mulai menanam di sela-sela pangkal pohon jati dan lambat laun pepohonan jati itu habis. Sejak saat itu penanaman oleh warga terus berlanjut hingga sekarang." Kata Karmin.
Lebih lanjut warga menjelaskan bahwa dari Perhutani sendiri seakan jarang melakukan perawatan atau tindakan lain atas lahan tersebut. Memang kadang ada program penanaman pohon, atau program lainnya, tetapitidak pernah sukses, Ini terlihat dari kenyataan dilapangan bahwa sampai hari ini lahan tersebut tidak pernah kembali menjadi hutan lagi.
Adapun lahan Kasunanan yang lainnya digarap masyarakat Lemah Ireng, Kemusu, Guwo, Kauman dan Kendel. Yang menjadi persoalan adalah karena belum ada perdes batas wilayah di Bawu beberapa warga lemah ireng menggarap lahan yang ada di bawu. Sebaliknya wargabawu menggarap lahan sampaidi luar desa Bawu. Hal ini kadang menimbulkan perselisihan anar warga desa.
Arif, seorang anggota BPD menjelaskan bahwa sampai saat ini memang belum ada perdes batas desa di Bawu. Hal ini karena BPD dan pemerintah desa belum membahas masalah tersebut sehingga Bawu belum memiliki perdes batas wilayah. "Masih sulit membangun kesepahaman diantara anggota BPD untuk mengusulkan perdes batas wilayah dan beberapa hal lainnya. Dari itu saya harap warga masyarakat yang dulu memilih BPD dari dusun masing-masing untuk terus mendorong anggota BPD membahas masalah perdes, lahan garapan di perhutani dan beberapa persoalan petani lainnya. Sehingga nanti kalau ketemu bareng sudah ada persoalan yang dipahami bersama," Kata Arif memberikan himbauan dihadapan anggota Serang Jaya.
Serang Jaya adalah salah satu Anggota SPPQT yang terletak di Kawasan Penyangga Waduk Kedung Ombo. Selain menggarap lahan kasunanan yang dikelola perhutani masyarakat juga menggarap lahan sabuk hijau/green belt kedungombo. Dari proses pengolahan lahan oleh warga inilah lahan-lahan tersebut menjadi hidup dan menghasilkan tambahan pendapatan bagi warga.
Persoalan ini menjadi menarik karena berkaitan dengan kebijakan pemerintah Jokowi yang hendak melakukan reforma agraria untuk menunjang kedaulatan pangan. "Kementerian LHK menyediakan 4,1 juta hektar lahan dari total 9 juta hektar yang direncanakan dalam Reforma Agraria. Hutan yang disediakan tersebut merupakan hutan produksi yang sudah direncanakan untuk dikonversi. Sisanya akan diambil dari tanah eks Hak Guna Usaha (HGU) yang terlantar," ujar Siti Nurbaya di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (31/3/2015).
Dari situasi tersebut muncul harapan warga Bawu akan terus mengelola lahan yang digarapnya sejak tahun 50 an tersebut sampai sekarang tanpa khawatir ditarik lagi oleh perhutani yang mungkin juga menyewa, karena lahan tersebut oleh warga dikenali sebagai lahan kasunanan. /jb
0 komentar :
Posting Komentar