Pemuda-Pemudi Berorganisasi


Istilah  “kebebasan  sejati”  mengandaikan  di  dalamnya tanggungjawab  kepada  orang  lain.  Sebab kebebasan  yang  tanpa  control adalah  kebebasan  semu.  Bisa kita ambil contoh  bahwa kita  “bebas‟   untuk memiliki seorang kekasih,  namun  apa jadinya  jika  sang perempuan  yang akan kita jadikan kekasih itu menolak?
Dari  sini  dapatlah  kita  tarik  makna  bahwa  setiap  manusia  memiliki kehendak bebas  dengan catatan, bahwa  kebebasan  yang sejati selalu  terikat  pada  tanggung  jawab  kepada  orang  lain.  Pendek  kata, kebebasan yang sejati berarti  semakin  seorang  itu  bebas,  maka semakin seseorang itu bertanggungjawab.

Dari paparan di atas  pantas  kita  bertanya apa hubungan makna kebebasan tersebut dengan anjuran  untuk  bermusyawarah?  Kalau  bermusyawarah berarti  kegiatan  bertemunya satu  orang/ pihak  dengan orang/ pihak  lain, bukankah nantinya akan ada benturan kebebasan.  Yang  akan diperdalam selanjutnya dalam tulisan ini adalah menguraikan bagaimana proses permusyawaratan yang  mampu mengelola perbedaan  antar pihak/ individu  ini agar tetap terjaga dan  memenuhi  tujuan bersama/ harapan semua pihak/ orang.

Bagi  kalangan  pemuda sedesa,  permusyawaratan  yang bebas dan bertanggung jawab tentu saja sangat diidamkan  terealisir  dalam berhubungan dengan  liyan.  Namun,  dalam  iklim permusyawaratan  desa yang dihuni orang-orang yang itu juga, mengharapkan adanya permusyawaratan bebas tentu  saja  masih jauh panggang dari api.

Di desa, seringkali pemuda mengalami pemasungan kebebasan karena alasan  ewuh pakewuh, atau budaya bapak-anak  yang masih terawat.  Padahal,  menyangkut  masalah  yang  berhubungan  dengan kepentingan  orang  banyak,  dialog yang setara  adalah suatu keharusan.  Disinlah  organisasi dengan budaya dialog menjadi  syarat  paling masuk  akal agar terhindar dari  tejadinya  kesewenang-wenangan  dalam  pembuatan  keputusan  –mencapai keputusan bersama dan dipatuhi (legitimate).

Sumber gambar: http://farm3.static.flickr.com

Hidup  di  desa  sebenarnya  telah  memperkenalkan  kita  pada  organisasi  yang  beragam  baik bentuk maupun tujuan. Dimulai dari kelompok yasin-tahlil yang identik dengan kaum tua maupun perkumpulan sinoman yang anak muda sentris, dlsb. Perkumpulan tersebut merupakan contoh-contoh organisasi dimana  banyak  orang  berkumpul  untuk  membuat  suatu  keputusan.  Sayang  saja,  apa  yang  kita inginkan  dari  forum  warga  seperti  itu nyaris tidak  melibatkan  dialog  etis. Dalam organisasi desa yang biasa ditemui sering  masih berlangsung  dominasi  proses  pembuatan keputusan, dimana  sedikit  orang tua  (atau  yang dituakan) yang menguasai jalannya rapat/ sidang.

Dalam musyawarah yang membebaskan, menghubungkan  kepentingan  setiap  orang  dalam organisasi adalah persoalan yang tidak mudah. Masing-masing pihak seringkali berada pada posisi yang beragam kepentingan dan tujuannya.  Namun  begitu,  tanpa  manajemen  konflik  yang baik, kepentingan  yang manifest dari  setiap  orang  dikhawatirkan dapat  memuncak menjadi  konflik kelaknya. Pertempuran kepentingan banyak pihak ini bisa berlangsung karena perbedaan identitas, kelas, gender atau kepercayaan. Disinilah pentingnya pemuda/i penting beorganisasi, bahkan tidak berhenti di situ, pemuda harus  membangun  organisasi  yang  dalam  proses  pembuatan  kebijakan mengedepankan  prinsip  musyawarah  demi kepentingan bersama.  Termasuk  yang  menjadi tentangan nantinya adalah menindaklanjuti hasil (aksi) yang diakibatkan dari proses ini.

Dalam  membangun organisasi  pemuda  ini  yang  patut  diperhatikan  juga  adalah  penggunaan ruang publik atau umum. Pentingnya ruang publik/tempat umum ini sebagai sarana mengkerdilkan  terjadinya  posisi pemilik kuasa/ medan  yang  mungkin muncul,  sebab  posisi  ruang  sangat menentukan posisi sosial pihak yang hadir di situ. Ruang public ini adapt dicontohkan seperti halnya warung, balau pertemuan atau lainnya.

Pada  organisasi  demokratis  yang  baik dengan  ruang publik  yang strategis,  kita menempatkan posisi yang mengundang dan diundang adalah adalah  setara.  Informasinyapun  tidak  ada  yang memonopoli.  Akhirnya pihak  yang  yang  berhasil  berkomunikasi  secara  baik, santun dan mengundang simpatilah yang akan berpeluang menguasai wacana dan pengetahuan publik.

Dari  sini, kita coba simpulkan bahwa berorganisasi adalah keharusan untuk memupuk jiwa kaum muda yang bebas dan bertanggung jawab.  Organisasi  yang  menjalankan etika komunikasi yang setara adalah  organisasi yang nantinya dibuat.  Dari  organisasi yang seperti ini, kemanfaatan nantinya tidak saja untuk kalangan internal organisasi.  Dengan mengusahakan ruang publik yang bebas dari kepemilikan pribadi  dan melakukan inovasi dialogis dengan berbagai media tentunya organisasi akan memiliki legitimasi yang kuat di mata publik.

Kalau  saja  organisasi ini berinisiatif melibatkan  seluruh pihak di luar organisasi  untuk membahas masalah kemasyarakatan  bisa jadi,  organisasi ini akan  menjadi garda terdepan yang legitimate (sah) untuk  menguasai wacana publik secara umum.  Akhirnya  jika ini terealisir, entah disadari atau tidak,  pemuda  tani  perlahan  telah  menjauhi  rutinitas prosedural  untuk  benar-benar menjadi bagian dan turut andil membawa progress kemajuan di masyarakat. 

Belajar sama-sama, berkarya sama-sama!
Dari desa petani berdaya, pemuda LSDPQT Harapan Bangsa!

Salam. AB.
SHARE
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar