Sawah dan Tegalan penghasil komoditas pertanian |
Dalam pertemuan yang dipimpin langsung oleh ketua umum SPPQT, Ruth MS tersebut diikuti sebagian besar pegiat SPPQT. Rabo kemarin memang difokuskan membahas pelaksanaan pengembangan lembaga ekonomi SPPQT untuk tahun 2015.
Toni, Ketua bidang pengembangan ekonomi dan pertanian organik SPPQT menyebutkan bahwa proses pasar tidak bisa ditangani setengah-setengah. Pasar harus digarap serius agar proses penjualan dan pemasaran berjalan berkelanjutan. Sehingga produk-produk yang dihasilkan anggota SPPQT bisa dikelola dengan baik. Petani bisa mendapatkan harga yang lebih baik dan konsumen pun bisa mendapatkan barang berkualitas dengan harga bersaing.
Toni menyinggung produk kopi dari anggota SPPQT di Candiroto, dan Kaloran, Temanggung. Para petani kopi di kedua daerah ini memiliki produk kopi yang sangat bagus. Tetapi selama ini para petani kopi masih bergantung kepada tengkulak untuk menjualnya. Petani tidak tahu bagaimana harga harus ditentukan dan seberapa besar harga harus ditetapkan. Harga dari tengkulak justru yang jadi patokan. "Ini gambaran betapa petani tidak bisa berbuat apa-apa hari ini terkait dengan harga kopi." Kata Toni.
Muhlisin yang juga dari bidang ekonomi juga menyinggung harga sayur dari petani anggota SPPQT di Kawasan Magelang, Kopeng kab. Semarang dan Boyolali. Petani sayur di Magelang dan Kopeng memang sudah terbiasa menanam sayur premium. Tetapi kembali ditegaskan bahwa petani kembali dalam posisi lemah ketika berurusan dengan penjualan dan pemasaran. "Mereka terbiasa menanam sayur premium. Pasarnya hotel dan restoran di kawasan Magelang, Semarang, Solo dan Jogjakarta. Tetapi soal harga mereka juga tidak bisa tentukan sendiri." Kata Lisin.
"Makanya penjualan dan pemasaran ini masih menjadi PR besar yang harus SPPQT kerjakan. Kalau tidak nasib petani anggoa kita ya akan seperti itu terus. Petani lain ya mungkin mengalami hal serupa." Kata Muhlisin lebih lanjut.
Pada bagian lain kesadaran petani untuk bertindak profesional ketika sudah menjalin hubungan kerjasama juga mendapatkan tekanan. Mujab, salah satu pegiat mengingatkan kembali mengenai kerjasama petani anggota SPPQT yang kerjasamanya dengan PT ABC tidak berlanjut. Petani anggota SPPQT di kawasan Boyolali atas utamanya di Kecamatan Cepogo dan Selo memang pernah menjalin kerjasama dengan PT ABC untuk penyediaan cabe. Kerjasama ini tidak berlanjut karena beberapa orang petani yang terlibat kerjasama tersebut kemudian menjual lombok mereka ke tengkulak karena harga yang lebih mahal. Sehingga koperasi yang menaungi mereka kekurangan barang dan pihak mitra komplain.
"Ini pelajaran berharga yang harus diambil pembelajaran untuk ke depannya." Kata Mujab. "Pekerjaan rumah SPPQT untuk pemasaran masih banyak. Beras anggota di Magelang dan Purwodadi belum tergarap dengan sempurna. Begitu pula dengan palawija di Kaloran dan Boyolali juga belum tertangani dengan baik." kata Mujab lebih lanjut.
Toni, Ketua bidang pengembangan ekonomi dan pertanian organik SPPQT menyebutkan bahwa proses pasar tidak bisa ditangani setengah-setengah. Pasar harus digarap serius agar proses penjualan dan pemasaran berjalan berkelanjutan. Sehingga produk-produk yang dihasilkan anggota SPPQT bisa dikelola dengan baik. Petani bisa mendapatkan harga yang lebih baik dan konsumen pun bisa mendapatkan barang berkualitas dengan harga bersaing.
Toni menyinggung produk kopi dari anggota SPPQT di Candiroto, dan Kaloran, Temanggung. Para petani kopi di kedua daerah ini memiliki produk kopi yang sangat bagus. Tetapi selama ini para petani kopi masih bergantung kepada tengkulak untuk menjualnya. Petani tidak tahu bagaimana harga harus ditentukan dan seberapa besar harga harus ditetapkan. Harga dari tengkulak justru yang jadi patokan. "Ini gambaran betapa petani tidak bisa berbuat apa-apa hari ini terkait dengan harga kopi." Kata Toni.
Muhlisin yang juga dari bidang ekonomi juga menyinggung harga sayur dari petani anggota SPPQT di Kawasan Magelang, Kopeng kab. Semarang dan Boyolali. Petani sayur di Magelang dan Kopeng memang sudah terbiasa menanam sayur premium. Tetapi kembali ditegaskan bahwa petani kembali dalam posisi lemah ketika berurusan dengan penjualan dan pemasaran. "Mereka terbiasa menanam sayur premium. Pasarnya hotel dan restoran di kawasan Magelang, Semarang, Solo dan Jogjakarta. Tetapi soal harga mereka juga tidak bisa tentukan sendiri." Kata Lisin.
"Makanya penjualan dan pemasaran ini masih menjadi PR besar yang harus SPPQT kerjakan. Kalau tidak nasib petani anggoa kita ya akan seperti itu terus. Petani lain ya mungkin mengalami hal serupa." Kata Muhlisin lebih lanjut.
Pada bagian lain kesadaran petani untuk bertindak profesional ketika sudah menjalin hubungan kerjasama juga mendapatkan tekanan. Mujab, salah satu pegiat mengingatkan kembali mengenai kerjasama petani anggota SPPQT yang kerjasamanya dengan PT ABC tidak berlanjut. Petani anggota SPPQT di kawasan Boyolali atas utamanya di Kecamatan Cepogo dan Selo memang pernah menjalin kerjasama dengan PT ABC untuk penyediaan cabe. Kerjasama ini tidak berlanjut karena beberapa orang petani yang terlibat kerjasama tersebut kemudian menjual lombok mereka ke tengkulak karena harga yang lebih mahal. Sehingga koperasi yang menaungi mereka kekurangan barang dan pihak mitra komplain.
"Ini pelajaran berharga yang harus diambil pembelajaran untuk ke depannya." Kata Mujab. "Pekerjaan rumah SPPQT untuk pemasaran masih banyak. Beras anggota di Magelang dan Purwodadi belum tergarap dengan sempurna. Begitu pula dengan palawija di Kaloran dan Boyolali juga belum tertangani dengan baik." kata Mujab lebih lanjut.
0 komentar :
Posting Komentar