oleh: Fina Afidatusofa
Gadis itu.. pernah belajar besama dengan kelas yang kudampingi di PKBM ini, KBQT. Bukan gadis kampung juga, ia bahkan dari metropolitan. Saat masih di sini, ia memang gemar sekali berbicara tentang menjadi istri sholihah. Tapi tidak ada yang menyangka memang, dia mendahului kami para pendamping dan bahkan anak-anak angkatan pertama. Dia usia sekitar 17/18th dan pemuda yang menyuntingnya, berusia di bawahnya saya tidak tahu berapa.
Ilustrasi alasan menikah (muda) |
Hanya saja, ini bukan kali pertamanya adik-adik memulai sebuah ikatan. Yang orang tuanya sempat bercerita pada kami adalah anak yang juga dengan usia hampir serupa, terjadi beberapa tahun silam, sang bapak berkata, "Aku suruh dia milih, mau putus sama pacarnya apa mau dinikahin, lha anaknya maunya dinikahkan.Ya sudah."
KBQT sendiri terbilang ketat dalam hal hubungan lain jenis. Kontrol dalam hal ini agak mengesampingkan soal 'kebebasan' yang menjadi landasan kegiatan belajar di sini. Jika sudah menyangkut hubungan lain jenis, para pendamping lebih tegas. Tentu ini semata merupakan upaya agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan. Saya sendiri belum tahu apakah kemudian menikah selalu dijadikan solusi oleh mereka yang usianya masih bawah dua puluh. Atau ada alasan lain yang belum saya pahami.
Tetapi, fenomena nikah belia, kini menjadikan segelintir anak di kelas yang saya dampingi (Usia kelas 3 SMU) 'pengen' ke jenjang itu pula. Apalagi, beberapa hari belakangan ada adik kelas mereka yang juga sudah disunting orang. Yah.. euforia yang unik. Di saat yang sama, anak kelasku ( smp angkatan pertama/2003) masih banyak yang bahkan belum begitu kepikiran untuk ke jenjang itu. Sebagian masih senang berkarir, bekerja, dan menikmati masa 'muda' dengan penguatan jati diri. Meski tentu, demi tuntutan usia, tuntutan sosial, atau kebutuhan menyempurnakan jati diri, hal itu tetap menjadi hal yang penting dan jadi bahasan di sela-sela obrolan kami.
Ini menjadikan kami (utamanya pendamping anak kelas paling atas saat ini |3 SMU|) lebih tertantang untuk mendampingi mereka yang masih tergabung di sini untuk tak berhenti mengingatkan pentingnya penguatan jati diri sebelum pernikahan. Ada banyak sekali hal yang dievaluasi setiap minggu. JIka hal itu didalami betul-betul, Insya Alloh masing-masing akan terbentuk dengan baik. Yang Utama adalah pendidikan agama, setidaknya mengerti aqoid 50 agar tahu mengapa mereka memilih agamanya, lalu dalam aplikasi ritual, memahami hal-hal dasar seperti bersuci, sholat dan tata-caranya, dst.
KBQT sendiri terbilang ketat dalam hal hubungan lain jenis. Kontrol dalam hal ini agak mengesampingkan soal 'kebebasan' yang menjadi landasan kegiatan belajar di sini. Jika sudah menyangkut hubungan lain jenis, para pendamping lebih tegas. Tentu ini semata merupakan upaya agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan. Saya sendiri belum tahu apakah kemudian menikah selalu dijadikan solusi oleh mereka yang usianya masih bawah dua puluh. Atau ada alasan lain yang belum saya pahami.
Tetapi, fenomena nikah belia, kini menjadikan segelintir anak di kelas yang saya dampingi (Usia kelas 3 SMU) 'pengen' ke jenjang itu pula. Apalagi, beberapa hari belakangan ada adik kelas mereka yang juga sudah disunting orang. Yah.. euforia yang unik. Di saat yang sama, anak kelasku ( smp angkatan pertama/2003) masih banyak yang bahkan belum begitu kepikiran untuk ke jenjang itu. Sebagian masih senang berkarir, bekerja, dan menikmati masa 'muda' dengan penguatan jati diri. Meski tentu, demi tuntutan usia, tuntutan sosial, atau kebutuhan menyempurnakan jati diri, hal itu tetap menjadi hal yang penting dan jadi bahasan di sela-sela obrolan kami.
Ini menjadikan kami (utamanya pendamping anak kelas paling atas saat ini |3 SMU|) lebih tertantang untuk mendampingi mereka yang masih tergabung di sini untuk tak berhenti mengingatkan pentingnya penguatan jati diri sebelum pernikahan. Ada banyak sekali hal yang dievaluasi setiap minggu. JIka hal itu didalami betul-betul, Insya Alloh masing-masing akan terbentuk dengan baik. Yang Utama adalah pendidikan agama, setidaknya mengerti aqoid 50 agar tahu mengapa mereka memilih agamanya, lalu dalam aplikasi ritual, memahami hal-hal dasar seperti bersuci, sholat dan tata-caranya, dst.
Pendalaman Al Qur'an sebagai pedoman. Kemudian opsi selanjutnya baru ke bidang ilmu yang dipelajari untuk menutrisi otak dan hati. Skill yang dimiliki agar menjadi manusia yang berdaya. Dan yang tak kalah penting adalah mematangkan karya yang diproduksi sampai pembuatnya merasa senang dengan karya yang dimiliki, pun dengan orang lain yang menikmati. Selanjutnya penulisan ide yang akan bermanfaat untuk mengaktifkan otak dalam mencari solusi-solusi atas berbagai permasalahan. Lalu yang terakhir link/koneksi ke luar agar lebih kaya sudut pandang dan lebih lebih banyak pengalaman.
Hal positif dari banyaknya program yang mereka jalani sehari-hari -setahu kami- menjadikan mereka jadi tak terlalu stag dengan soal percintaan. Hal ini kurasa akan menjadi fokus yang baik hingga usia tertentu atau hingga kondisi jiwa mudanya lebih tenang, untuk kemudian mengikhtiari jenjang selanjutnya, pernikahan.
Jodoh yang telah ditetapkan Tuhan, menjadi bagian dari misteri kehidupan. Tidak terikat usia, waktu, apapun. Jika waktunya, ya itu waktunya. Hanya saja, sebuah keniscayaan jika kita berharap dapat menjalani segala kisah dengan lebih baik.
Yang sudah Tuhan beri, semoga bisa merawat hubungan baik-baik dan menjadikan hidupnya makin positif. Jika belum, apalagi yang masih belia, masih banyak PR yang belum kita kerjakan. :)/jb
sebagaimana disunting utuh dari blog penulis: http://embunmuhammad.blogspot.com/2014/12/fenomena-nikah-belia.html
gambar:http://empires-islam.blogspot.com/2012/09/ngomporin-nikah-muda.html
Hal positif dari banyaknya program yang mereka jalani sehari-hari -setahu kami- menjadikan mereka jadi tak terlalu stag dengan soal percintaan. Hal ini kurasa akan menjadi fokus yang baik hingga usia tertentu atau hingga kondisi jiwa mudanya lebih tenang, untuk kemudian mengikhtiari jenjang selanjutnya, pernikahan.
Jodoh yang telah ditetapkan Tuhan, menjadi bagian dari misteri kehidupan. Tidak terikat usia, waktu, apapun. Jika waktunya, ya itu waktunya. Hanya saja, sebuah keniscayaan jika kita berharap dapat menjalani segala kisah dengan lebih baik.
Yang sudah Tuhan beri, semoga bisa merawat hubungan baik-baik dan menjadikan hidupnya makin positif. Jika belum, apalagi yang masih belia, masih banyak PR yang belum kita kerjakan. :)/jb
sebagaimana disunting utuh dari blog penulis: http://embunmuhammad.blogspot.com/2014/12/fenomena-nikah-belia.html
gambar:http://empires-islam.blogspot.com/2012/09/ngomporin-nikah-muda.html
0 komentar :
Posting Komentar