Kasus Sepele (bagian kedua)





"Benar sekali, Presido,” terdengar suara seperti paduan suara. 

“Sebagaimana Presiden dan Jendral yang kalian miliki di luar sana, aku Presiden dan Jendral di Republik Rimba ini, bahkan sef, aku mempunyai kekuasaan lebih dari Presiden negeri ini, karena jika aku ingin kalian mati menit ini juga, kalian akan mati, tanpa pengadilan, putusan, fiam, seperti itu kalian akan mati. ”

“Siap Presido!” paduan suara terdengar lagi. Ketika Presido berbicara, seseorang mengipasi dirinya dengan selembar karton.

“Sekarang kalian semua berbaris sesuai tinggi badan dan beritahu kami mengapa kalian harus bisa masuk ke Republik Rimba ini,” kata Presido. Lelaki yang berada di belakang Paiko menyenggol Paiko dan berbisik ke telinga kanannya. Paiko dapat mencium bau nafas asam diantara bebauan di seluruh ruangan, campuran rokok, mariyuanan, arak local dan gigi busuk.

“Beritahu mereka bahwa kamu perampok bersenjata terkenal, bahwa kamu memimpin banya operasi dan membunuh banyak orang, mereka akan takut padamu dan memberikanmu posisi penting di sel ini,” lelaki itu berbisik. Paiko memikirkannya sejenak dan menganggukkan kepala. Sesuatu memberitahunya untuk tak menggubris saran lelaki ini. Apa yang tidak ia tahu adalah bahwa polisi kadang-kadang memasukkan salah salah satu dari anggotanya kedalam sel bersama para penjahat untuk membantu mereka mengorek informasi.

Lelaki yang tadi berbicara pada Paiko adalah yang pertama bicara. Dia berdeham dan berbicara dengan nada sombong.

“Namaku Robert, tapi lebih terkenal dengan sebutan Bob Berbahaya. Siang hari aku seorang tukang parkir di Iddo, tapi malam harinya aku merampok. Aku beberapa kali merampok dan membunuh sejak dikeluarkan dari Sekolah Tata Bahasa Mushin di kelas dua karena merokok dan menjual mariyuana. Tidak ada aksi yang sulit bagiku. Itu mengapa aku mendapat julukan berbahaya. Aku sudah ditahan hampir di semua kantor polisi di Lagos, termasuk Isokoko, Panti, Alagbon, Bar-Beach, dan bahkan stasiun tua di Jalan Malu. Aku sedang minum dengan pacar kedai birku ketika polisi menggerebek tempat itu dan menangkapku. Mereka menemukan pistol rakitan di sakuku dan beberapa linting mariyuana. Ketika mereka lelah, mereka akan melepasku. Aku tidak punya profesi lain selain merampok, dan, seperti kukatakan, sekali mencuri, akan selalu mencuri.” Bob Risky meyelesaikan perkenalannya dengan disambut tepuk tangan. Bahkan Presido tampak terkesan.

“Kau salah satu dari kami, dan kau cocok menjadi anggota Republik. Mulai hari ini aku menjadikanmu Asisten Provos Republik ini. Tugasmu menjaga kedamaian dan hukum dan memerintah, dan memastikan setiap orang tetap di posisinya,” kata Presido. Terdengar sorakan sekali lagi, dan setiap orang di dalam sel menyerukan nama Asisten Provos.

Pendatang baru lainnya bergiliran bicara, dan menceritakan diri mereka dan segala pencapaiannya di dunia perampokan bersenjata. Salah satu dari mereka menyanyikan lagu, yang dia katakan diciptakan oleh seorang musisi yang terinspirasi keberaniannya. Ketika tiba giliran Paiko, dia menjadi gelisah. Dia membuka mulutnya untuk bicara, tapi hanya mengeluarkan serak. Dia menelan sedikit air liur dan mencoba kembali.

“Namaku Paiko. Aku sedang minum di Jolly Hotel sambil menunggu pacarku, Manis, menyelesaikan tugasnya menghibur pelanggan jadi kita bisa pulang bersama, ketika polisi menggerebek tempat itu dan menyeretku ke kantor polisi Iloro. Mereka memberitahuku kalau kasusku itu perkara sepele dan bahwa aku akan segera dibebaskan, tapi kemudian setelah beberapa saat Sersan berbicara dengan seorang Inspektur, yang memberitahu jika beberapa orang telah merampok mobil Komisioner dan bahwa mereka membutuhkan orang untuk diarak sebagai perampok, dan mereka membawaku dalam Land Rover mereka dan membawaku kemari,” kata Paiko, dan menelan ludahnya kembali.

“Eehen, jadi katakan pada kami semua kebenarannya dan tidak ada yang lain selain kebenaran. Apakah kamu minum dan menunggu pacarmu, Manis, setelah kamu kembali dari aksi perampokan? Apakah dia salah satu yang menolongmu menyembunyikan Lugermu? Beritahu kami kebenaran dan tidak ada yang lain kecuali kebenaran,” kata Presido lagi, dan suara yang lain di dalam yang lain bergema setelahnya, “Kebenaran dan tidak ada yang lain kecuali kebenaran.”

“Aku bukan perampok. Aku menjual pakaian bekas dann tastangan dan sepatu di Pasar Alade, aku lelaki baik-baik.” Kata Paiko.

“Setiap orang di sel ini tidak berdosa sampai terbukti bersalah, atau tidak demikian?” tanya Presido.

“Kami semua tidak berdosa sampai terbukti bersalah,” koor suara di dalam sel terdengar kembali. Paiko tidak tahu apa yang membuatnya melakukan itu, tapi dia tiba-tiba berdeham dan mulai menceritakan pada mereka satu kisah.

“Satu hari aku berada di tanah lapang di depan pasar ketika seorang pembeli datang kepadaku untuk membeli tas tangan. Ketika nyonya itu membuka tas tangan, dia menemukan 200 dollar di saku kecil di dalam tas.” Ketika menyebut dollar, tiba-tiba keheningan menghampiri orang-orang di dalam sel. Suasana hati mereka berubah seolah-olah orang asing dengan warna kulit berbeda melangkah masuk.

“Dua ratus dollar, itu uang yang banyak. Tunggu, biarkan aku me-kurs-kannya. Itu kira-kira 30.ooo naira. Apa yang terjadi?” Tanya Presido

“Ini bukan pertama kalinya aku menemukan benda asing di dalam tas atau pakaian yang aku jual. Aku kadang-kadang menemukan gincu di dalam tastangan, kadangkala kondom, surat cinta, koin receh, manik-manik, dan foto.”

“Jadi apa yang terjadi?”

“Nyonya tetap menawar kepadaku dengan harga ketika dia menemukan uang tersebut dan mengatakan kepadaku bahwa uang tersebut miliknya. Aku memberitahunya kalau uang tersebut bukan miliknya, karena kami belum menyetujui harganya dan dia belum membayarnya. Aku memberitahunya untuk mengembalikan tas tersebut, bahwa aku tak tertarik lagi menjualnya. Tapi dia menolak. Dia mulai berusaha merebut dan merusakkan tas itu.”

“Berhenti di sini,” kata Presido. “ Ahli Hukum Republik Rimba, di mana kau ?” kemarilah dan berikan saranmu.” Pemuda liat melangkah ke depan. Dia bukan pengacara sungguhan, tetapi dikenal di sel dengan kemampuan berargumentasinya. Dia memberikan saran dan kadang-kadang pendapat ngawur tentang hukum untuk tahanan yang menunggu pengadilan.

“Karena mereka belum menyepakati harga, dan nyonya itu belum membayar tasnya, maka dia tidak bisa mengambil uangnya. Sebagai Ahli Hukum saya memberanikan diri berkata bahwa ada tawaran tetapi tawaran tersebut belum disepakati,” kata Ahli Hukum.

Satu suara tiba-tiba terdengar dari bagian belakang sel dekat lubang jamban terbuka. “Seorang lelaki membeli botol 7Up untuk pacarnya, yang datang untuk menjenguknya minggu siang. Ini yang tertulis di iklan jutawan 7Up: jika kamu menemukan sejumlah uang tertulis di balik tutup botol minuman ringanmu, kamu menang. Wanita tersebut membuka tutup dan menemukan sejumlah 500.000 naira tertulis di botol tersebut, Dia memberitahu pacarnya kalau uang itu miliknya dan bukan milik pacarnya,” pemilik suara menikmati cerita tersebut.

“Siapa yang menyuruh lelaki itu bicara? Apakah dia mengacungkan tangan dan meminta izin untuk bicara?” tanya presido, terdengar sedikit marah. “Asisten Provos, tolong berikan mulut besar tolol itu tiga cangkir the panas.

Asisten Provos yang baru ditunjuk menyeret keluar orang tersebut dan memberinya tiga tamparan di wajah. “Sekarang mendekat di jamban dan letakkan wajahmu di sana. Apa kau pikir ini dunia luar, di mana tidak ada yang didisiplinkan dan kau bisa melakukan apapun seenak perutmu?” tanya Presido

“Eehen, lanjutkan ceritamu yang bagus itu, pedagang tak berdosaku.”

“Aku dan wanita itu menghadap pemimpin pasar kami, Alhaja Isiwa. Perempuan itu memberi nyonya tadi 50 dollar, mendendaku 50 dollar karena berkelahi di pasar, dan memberikan padaku sisanya 100 dollar.”

“Jadi kamu gunakan untuk apa uang itu?”

“Aku memberikan separuh dari uang itu untuk pacarku, Manis, dan menginvestasikan sisanya dalam bisnisku.”

“Pacarmu pasti memberimu servis special malamnya, eh?” kata Presiden sembari tersenyum.

“Dia mencium uangnya, menaruhnya di dalam beha, dan memberitahuku bahwa suatu hati ia ingin mulai mencari dollar.”

“Pacarmu itu, sef, jangan lupa bahwa wanita cantik itu seperti sup yang lezat. Setiap orang ingin mencicipinya. Sekarang beritahu aku, apakah kepala pasarmu tahu kalau kamu ada di sini?”

“Tidak, aku tidak bisa menelpon siapapun sejak ditahan,” kata Paiko.

“Aku akan menolongmu, kamu lelaki pekerja keras baik-baik, dan kamu pencerita yang baik. Siapapun pangilkan kopral yang bertugas, dan beritahu dia kita menyewa telponnya, ” kata Presido.

Paiko akhirnya bisa menemui Alhaja Isiwa, dan perempuan itu mengumpulkan uang dari pedagang yang lain di Pasar Alade dan menggunakan pengaruhnya untuk menyuap polisi. Paiko dibebaskan beberapa hari setelahnya dan kembali ke rumah.

Ketika Paiko masih di dalam sel, dia kerap memikirkan Manis dan mengapa dia tidak berusaha datang dan melihatnya, dan apa yang akan dia katakan ketika dia bertemu dengannya. Malam setelah pembebasannya, dia mandi, berganti baju, dan pergi ke Hotel Jolly. Dia memesan sebotol bir Star Larger dan duduk di bangku, menyesapnya perlahan seolah ia menunggu Manis datang dan membelainya lembut, mengusap matanya dengan tangannya yang berkeringat, satu permainan yang kerap mereka mainkan.

“Di mana Manis?” Paiko bertanya pada barman.

“Ah, kamu belum mendengarnya?” pelayan bar bertanya.

“Mendengar apa, apakah sesuatu terjadi padanya?” Paiko bertanya.

“Ya, suatu hal baik terjadi padanya. Dia pergi ke Italia.”

“Ke Italia? Apa yang akan dia lakukan di Italia?”

“Apa lagi, haba, tidakkah kamu hidup di negara ini? Dia pergi untuk melanjutkan bisnis yang dia lakukan di sini untuk mendapat dollar.”

“Kapan dia pergi?” Paiko bertanya.

“Sehari setelah hotel kita digerebek oleh polisi,” kata pelayan bar. “Tetapi jangan kuatir, perempuan datang dan pergi, tapi Hotel Jolly tetap berdiri. Ada satu gadis baru datang, namanya Cantik, dan dia gadis 16 tahun yang sangat manis. Haruskah aku pergi dan memanggilnya untukmu?”

Paiko tidak menjawab. Dia mengingat ketika dia memberikan uang 50 dollar pada Manis dan dia mencium uang itu dan menaruhnya di dalam beha dan mengatakan jika suatu saat dia juga akan mulai mencari dollar. Dia menganggap bahwa pacarnya itu bermaksud pergi ke klub malam dan bercinta dengan pekerja minyak. Dia mengingat apa yang Presido katakan di Republik Rimba tentang wanita cantik yang seperti sup lezat dan setiap orang menginginkannya. Dia menyesap birnya dan menoleh pada pelayan bar.

“Panggil gadis baru itu untukku.”

-----

Judul Asli: A Simple Case, diterjemahkan dari edisi yang muncul di http://www.theatlantic.com/ magazine/ archive/2010/08/a-simple-case/308035/

Penulis Nigeria. Dia menerima penghargaan Caine Prize tahun 2009, dan saat ini mengajar di Providence College di Rhode Island, Amerika Serikat.

Ilustrasi: http://thumbs.dreamstime.com/x/prison-cells-20431871.jpg

Baca juga: Kasus Sepele (bagian pertama)








“Aku Presiden di sel ini, dan aku dikenal sebagai Presido. Ini Republik Rimba. Tidak satupun manusia hidup di Republik Rimba ini. Kita semua binatang. Manusia hanyalah makhluk yang hidup di luar sana. Kita di dunia semacam ini semuanya binatang. Abi, rakyatku, tidakkah, benar apa yang kukatakan?” Tanyannya.

E. C. Osondu 


Diterjemahkan oleh: Muhammad Azka Fahriza


SHARE
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar