oleh; mujab
Beberapa hasil survey yang dirilis kompas.com |
"4 Lembaga survey unggulkan Prabowo-Hatta, 8 Unggulkan Jokowi-JK, Pengumuman KPU 22 Juli." Judul ini menggaris bawahi judul besar sebuah media cetak nasional berbunyi "Jokowi-JK Unggul", edisi 10 Juli 2014. Judul besar itu menjadi kesimpulan dari judul yang ada di bawahnya, atau dengan kata lain judul besar itu ditegaskan dengan judul di bawahnya, bahwa Jokowi-JK lebih unggul karena diunggulkan 8 lembaga survey, sedangkan Prabowo-Hatta hanya oleh 4 lembaga survey. Ke 12 survey, atau quick qount, hitung cepat, atau nama lain yang dipakai, seakan voting, menentukan siapa yang lebih unggul dari 2 pasang capres.
Sebuah lembaga survey memaparkan metodologi survey nya menyusul ketidakpercayaan publik pada beberapa lembaga survey. Selain itu beberapa waktu lalu ada sebuah tim sukses capres mempertanyakan kredibilitas lembaga survey karena terkait dengan metodologi dan sample yang digunakan katanya bisa diatur.
Dalam perkembangan hari ini, keberadaan lembaga survey memang menarik untuk dicermati. Baru kali ini dalam sejarah Pemilu Indonesia lembaga survey terbelah dua dengan hasil yang cukup dramatis. Anehnya hasil berbeda ini seakan-akan ada korelasinya dengan calon tertentu. Imbasnya adalah lembaga-lembaga survey independen dan tidak berafiliasi kepada kontestn tertentu kemudian ikut kena "pertanyaan" atas independensinya.
Mulanya lembaga survey adalah matode mengetahui prediksi informasi sementara dengan lebih cepat untuk kepentingan antisipasi, penentuan strategi, dan updating berita. Informasi yang di dapat secara sampling ini kemudian dijadikan salah satu landasan untuk membuat langkah selanjutnya. Survey juga digunakan untuk berbagai kepentingan penelitian dan kepentingan lainnya sesuai dengan maksud dan tujuan yang diemban dari lembaga survey tersebut.
Keberadaan lembaga survey kemudian menjadi sorotan karena akhir-akhir ini mereka merilis data yang memancing kontroversi. Kontroversi salah satunya dipicu oleh hasil yang dikeluarkan oleh lembaga survey tersebut yang nyleneh, aneh dan lain sebagainya ketika disandingkan dengan nalar ilmiah. Diantaranya adalah karena dipertanyakan obyektifitasnya, metodologi yang diterapkan, penentuan sampling, sebaran wilayah, dan lainnya.
Kenyataan adalah saat ini ada sekelompok lembaga survey di satu sisi dan sekelompok lembaga survey di sisi lain yang mengeluarkan hasil survey yang berbeda secara sangat signifikan atas obyek survey yang sama; Pilpres Indonesia 2014. Setidak-tidaknya itu yang di baca media cetak tersebut yang menuangkan judul sebagaimana sudah disebut di atas.
Hal ini memancing pandangan bahwa keberadaan dan independensi lembaga survey patut untuk dikoreksi. Lembaga survey seakan berubah menjadi instrument untuk menggiring opini, alat persuasi, mempengaruhi perkiraan dengan harapan merubah keputusan yang sudah ada, dan landasan semu. sehingga ramai-ramai mempertanyakan metodologi, pemilihan sampling dan lain sebagainya. Anehnya yang mempertanyakan hal tersebut juga pihak yang memanfaatkan lembaga survey untuk kepentingannya.
Namun ada pelajaran menarik dari peristiwa ini, bahwa rakyat jadi kritis dan tidak sembarangan ketika membaca sebuah hasil survey. Survey harus disikapi kritis, tidak selalu harus dipercaya, dan sekali lagi, itu adalah sebuah survey, yang tentu tetap saja ada margin error nya.
0 komentar :
Posting Komentar