Petani di sebuah desa menggarap lahannya |
Mitos Kesuksesan
Demi masa depan, dalam roman Sitti Nurbaya, Samsul Bahri harus ke Batavia demi menjadi dokter dan dengan status itu berharap nantinya akan bergaji dan status sosial yang tinggi. Harus diakui, di kota kesempatan melakukan mobilitas sosial jauh lebih luas. Enttah mitos atau kenyataan, semangat ke kota oleh orang kampung dan pinggiran selalu didewakan sebagai Zeus yang merubah nasib. Pun begitu, pahit tak dapat ditolak mayoritasurban tersebut tanpa skill dan modal yang cukup, justru harus menelan kekecewaan, kota telah merusak mimpinya dengan kenyataan yang kejam.
Desa masa kecil itu tumbuh dengan keramaian dan canda teman sepermainan, namun semakin ke sini desa-desa mulai kesepian setelah sejawat hijrah mengejar upah di kota. Desa tanpa pemuda tetap hijau, namun dengan kebanyakan jompo tani yang tak juga berubah nasibnya. Petani desa hanya mengelola beberapa petak sawah yang hanya cukup memenuhi kebutuhan perut.
Pemuda desa yang berasal dari kelas menengah sedikit beruntung untuk bertahan di desa, namun tidak bagi anak buruh tani yang harus terusir pergi dilecut segera mandiri. Inilah potret nasib pemuda desa, yang harus dimaklumi memutuskan urbanisasi. Akar masalah ekonomi desa harus segera dipecahkan, sebelum menghakimi mereka. Kaum muda pedesaan harus diberikan masa depan dengan pekerjaan dengan upah yang layak dan manusiawi. Atau kalau tidak, tekanan ekonomi tersebut akan berubah menjadi dinamit konflik yang siap menghentak sewaktu-waktu.
0 komentar :
Posting Komentar