Burhan Arif
Dalam rubrik Tempo Dulu kali ini, kita akan mengangkat tema kepahlawanan petani menyertakan contoh dan analisa beberapa gerakan petani di tanah air pada abad ke 19 dan permulaan abad 20. Peristiwa kesejarahan ini penting bagi sahabat LSDPQT untuk mengkaji secara khusus, mengingat gerakan petani permulaan abad 20 dan akhir abad ke 19 ini seringkali dianggap perlawanan yang lemah, sepele dan tidak penting karena bersifat temporal dan lokal.
Gerakan petani yang berlangsung di Banten, Condet, dan Blora misalnya, tentu saja akan berbeda baik secara kualitas dan kuantitasnya dengan gerakan okupasi yang dilakukan BTI (underbouw PKI) atau Pertanu (underbouw NU) yang muncul beberapa dekade sesudahnya. Padahal, tanpa berlangsungnya gerakan petani yang bersifat kedaerahan dan tradisional yang bersifat temporal tersebut, mustahillah inisiatif organisasi modern petani dengan pola gerakan yang terorganisasi akan ada.
Belajar dari kekalahan gerakan petani konvensianal ini, pemahaman berlangsungnya loncatan kualitas gerakan petani dari masa Belanda maupun pasca kemerdekaan menjadi dapat diterima oleh nalar.. Bahkan ada yang menebak, hanya melalui gerakan petani kecil tersebutlah sejatinya celah arus dasar sejarah manusia dapat terjelaskan.
Tentang Gerakan Petani Gerakan petani yang berlangsung di Banten, Condet, dan Blora misalnya, tentu saja akan berbeda baik secara kualitas dan kuantitasnya dengan gerakan okupasi yang dilakukan BTI (underbouw PKI) atau Pertanu (underbouw NU) yang muncul beberapa dekade sesudahnya. Padahal, tanpa berlangsungnya gerakan petani yang bersifat kedaerahan dan tradisional yang bersifat temporal tersebut, mustahillah inisiatif organisasi modern petani dengan pola gerakan yang terorganisasi akan ada.
Belajar dari kekalahan gerakan petani konvensianal ini, pemahaman berlangsungnya loncatan kualitas gerakan petani dari masa Belanda maupun pasca kemerdekaan menjadi dapat diterima oleh nalar.. Bahkan ada yang menebak, hanya melalui gerakan petani kecil tersebutlah sejatinya celah arus dasar sejarah manusia dapat terjelaskan.
Yang tidak kita ingini yakni perubahan-perubahan yang cepat dan merubah sendi-sendi komunal, pajak-pajak yang tinggi, goncangan budaya yang merusak tradisi, perasaan tertindas yang melampaui batas, kecemasan karena daerah hidup yang makin menyempit, serta tanah-tanah yang terus terdesak oleh kepentingan kolonial.
Perubahan yang tidak diinginkan oleh sebagian terbesar kaum tani itu datang seiring masuknya bangsa Eropa ke Indonesia (penjajahan Kolonial), kolonialisme yang hidup dari menghisap keringatnya kaum tani, merebut tanah dan berkongkalikong dengan kapitalis bumiputera untuk keuntungan ekonomi terbesar bagi negara penjajah. Melihat semua itulah kemuakan meruak, reaksi petani emoh dan hasrat akan pembebasanpun tidak dapat ditahan lagi, petani bangkit dan melawan.
Perubahan yang tidak diinginkan oleh sebagian terbesar kaum tani itu datang seiring masuknya bangsa Eropa ke Indonesia (penjajahan Kolonial), kolonialisme yang hidup dari menghisap keringatnya kaum tani, merebut tanah dan berkongkalikong dengan kapitalis bumiputera untuk keuntungan ekonomi terbesar bagi negara penjajah. Melihat semua itulah kemuakan meruak, reaksi petani emoh dan hasrat akan pembebasanpun tidak dapat ditahan lagi, petani bangkit dan melawan.
Gerakan yang dipimpin Entong Gendut di Condet
Entong Gendut adalah nama pemimpin demonstrasi tari topeng di Villa Nova rumah kediaman Lady Rollison pada Rabu malam, 5 April 1916. Demonstrasi di Villa Nova saat pesta itu berlangsung sesaat setelah seorang tuan tanah partikulir di Tanjung Oost menyita rumah Taba yang hanya seorang petani kecil, karena tidak sanggup membayar uang sewa tanah dan dijatuhi denda sebesar f 7.20 oleh Landraad Jatinegara.
Entong Gendut yang tewas dalam perjalanan ke rumah sakit tentara di Batavia akibat tertembak oleh kompeni karena pembelaannya atas nasib sesama warga desa yang rumahnya dibakar karena tak mampu membayar hutang. Ia ditembak sesaat setelah berhasil menawan wedana Jatinegara yang bersama sepasukan kompeni yang akan menangkapnya di rumahnya. Merasa tak terima wedananya ditawan, asisten residen kolonial bersama pasukan penyelamat wedana melurug tanah partikulir Condet dan karena kehabisan akal akhirnya menembak Entong Gendut.
| Foto Haji Entong Gendut. Sumber: http://www.jakarta.go.id |
Kepahlawanan Entong Gendut ini sering dikenal dengan kasus Condet, dalam perlawanannya Entong Gendut muncul sebagai figur dengan aura mitologis dan pesan mistis, ia mencitrakan dirinya seorang 'raja' dengan simbol tombak yang dibungkus kain putih dan bendera merah dengan bulan sabit. Pasukan Entong Gendut sangat fanatik dan militan seringkali mereka bersemboyan, "Sabilullah, tidak takut".
Gerakan Petani Blora
Dipimpin oleh Surosentiko Samin dan terkenal sebagai gerakan Samin. Gerakan ini pecah selain akibat memburuknya sosial ekonomi petani miskin, juga akibat status deprivation yakni kelompok petani kaya seperti Surosentiko Samin (dengan kepemilikan luas tanah 2, 1 hektar, 3/4 hektar tanah kering dan 6 sapi) ini, merasa nilai kehormatannya terganggu, karena sejak tahun 1906 pemerintah kolonial telah memberikan nilai tertinggi kepada kepala desa, dan warga utama desa pemilik tanah tidak lagi menduduki posisi istimewa (Emmanuel Subangun, Prisma 1 Januari 1977, hal 27).
![]() |
| Samin Surosentiko (paling depan). Sumber http://1.bp.blogspot.com/ |
Dua kasus gerakan petani oleh Entong Gendut dan Blora diatas hanyalah sedikit diantara puluhan, bahkan ratusan kasus gerakan yang muncul di Hindia pada saat itu. Semoga sedikit gambaran dari berbagai fenomena kesejarahan perihal gerakan petani tersebut memberi sedikit keinsyafan bagi kita bahwasanya, petani yang biasa kita kenal sebagai hanya narimo adakalanya akan melakukan protes bila terus ditekan dan hidup dalam kemiskinan oleh pihak-pihak pencari untung secara pribadi. Bahwa ada batas-batas yang harus dihormati, agar rakyat kecil dapat menikmati harkat dan martabatnya sebagai manusia. Ada batas untuk kecepatan perubahan, agar kejutan budaya tidak melampauai kesanggupan orang untuk menahannya. Dan akhirnya, ada juga batas untuk tekanan, penderitaan, kecemasan dan ketakutan.

0 komentar :
Posting Komentar