MASSA KECILKU


     Matahari semakin condong ke Barat. Suara Dongkeret terdengar keras menggiringgi tengelamnya matahari. Karena, sudah pukul lima sore aku berangkat ke mushola atau sering kami sebut langgar. Semangat berangkat mengaji terkadang membara, tapi sering kali malas datang memberatkan langkahku.

         Sebuah sarung tersampir di pundak sebuah peci hitam menempel di kepalaku. Entah peci itu  kemana sekarang, sarung pun mungkin sudah lenyap ditelan bumi. Aku merasa kangen sarung  bermotif batik  yang aku suka itu. Jika temen-temen pake motif kotak aku tidak begitu, memang aku aneh sejak kecil, ngak mau berselera sama dengan  temen lain.

       Aku dan temen-temen  lebih suka berangkat lebih awal agar bisa puas bermain. Kejar-kejaran, Jilumpet, Plorotan di dalam mushola, dan yang tak ketinggalan bermain sepak bola yang sering kami lakukan di sebelah selatan mushola. Itu ragam permainan kami pada tahun 1998-an. Mungkin sebagian kecil anak-anak desa masih ada yang bermain seperti itu. Tapi jangan harap untuk menjumpai di semua tempat. Ini 'kan sudah  era nya K-pop dan boy band.

            Sepak bola adalah permainan yang sangat asik waktu itu, jauh sebelum PS1,2,dan 3 dibuat oleh salah satu pabrik di Jepang. Dengan kaki tanpa alas dengan bola pastik dan juga gawang yang mleot  kami asik  mengotak-atik bola, membagi dan men-shoot-nya ke gawang lawan. Tiga puluh menit sebelum adzan mahrib sudah cukup  membuat kami ngos-ngosan dan kehilangan ion persis seperti yang dibilang salah sebuah iklan di televisi.

        Adzan Maghrib berkumandang, kamipun berhenti, dan  berlari  menuju mushola dengan rasa bangga, tertawa bagi mereka yang menang, sementara ada juga yang berjalan santai menikmati kekalahanya.

        Kami berlomba cepet-cepetan berwudhu, sebab kalau tidak begitu bakalan antri lama. Aku sering dapat giliran yang pertama kalau tidak ya cuma antri beberapa teman. Demi mengganti ion tubuh yang hilang dan rasa haus, aku sering minum air langsung dari kran. Minum dari kran itu kulakukan, karena memang tak ada cara lain untuk menghilangkan rasa haus itu. Maklum, saja kita masih anak-anak  dan yang terpenting tak sakit. Hampir sebagian dari kami meminum air itu. Setelah wudhu terasa lebih segar, panas ditubuh  mulai adem. Tentang keringat entah kemana hilangnya, yang pasti kita enjoy dalam mengaji.

        Sholat Maghrib berjamaah  berlanjut mengaji iqro'. Lantunan ayat-ayat Al-quran dari suara anak-anak  mengisi ruangan. Aku Duduk bersila mengeja huruf-huruf Arab yang berada dihadapanku. Dua jam  telah terlewati mengaji pun ditutup dengan  sholat Isya' berjamaah. 

        Jam mengaji telah usai kami pulang menelusuri gelapnya malam dengan sedikit sinar bulan  menuju rumah masing-masing. Aku berjalan pelan diiringgi bulan diatasku yang  berusaha mengikuti. Ya, aku biarkan saja bulan yang terus menatapku dikelilinggi bintang-bintang di langit biru.


       Di depan pintu rumah sebelum masuk aku menatap gunung di timur yang berada tepat  dihadapan  rumahku. Segitiga besar dengan beberapa lampu menghiasi gunung itu. Setelah puas aku masuk menuju kamar, tidur melanjutkan kehidupan esok hari.

Cerpen  by: Irawan20
            
SHARE
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar