Kuasa hukum pemohon Tubagus Heru, Jamil Bachtiar, dan Ibnu Sina Chandranegara usai mendengarkan putusan MK, Rabu (18/2) di Ruang Sidang Gedung MK. Foto Humas MK/Ganie |
Undang-Undang No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air menurut pemohon, yakni PP Muhammadiyah, Perkumpulan Vanaprastha dan beberapa pemohon perseorangan bertentangan dengan UUD 1945.
Akibat putusan tersebut maka swasta tidak boleh menguasai pengelolaan air. Konsep Hak Guna Pakai Air dalam UU SDA harus ditafsirkan sebagai turunan dari hak hidup yang dijamin oelh UUD 1945. Dengan begitu, lebih lanjut, menurut MK pemanfataan air di luar Hak Guna Pakai Air, dalam hal ini Hak Guna Usaha Air, harus melalui permohonan izin kepada pemerintah. Perizinan penerbitannya harus berdasarkan pada pola yang disusun dengan melibatkan peran serta masyarakat seluas-luasnya.
Dampak lain dari putusan ini, masih menurut laman resmi MK ini, petani tidak dikenai biaya penggunaan SDA. MK berprinsip bahwa "penerima manfaat jasa pengelolaan sumber daya air wajib menanggung biaya pengelolaan" harus dimaknai sebagai prinsip yang tidak menempatkan air sebagai objek untuk dikenai harga secara ekonomi.
Disamping itu, prinsip ini harus dilaksanakan secara fleksibel dengan tidak mengenakan perhitungan secara sama tanpa mempertimbangkan macam pemanfaatan sumber daya air. Oleh karena itu, petani pemakai air, pengguna air untuk keperluan pertanian rakyat dibebaskan dari kewajiban membiayai jasa pengelolaan sumber daya air.
Sumber Berita http://www.mahkamahkonstitusi.go.id
Editor: Muhlisin Kr
0 komentar :
Posting Komentar