Lilin, Jakarta, dan Indonesia


Sabtu, 06 April 2013 ada Gelar Karya di KBQT. Gelar Karya kali ini di isi oleh karya-karya yang dikerjakan oleh teman-teman kelas Sarungi. Dari digitalisasi musik, pidato 3 bahasa, karya fotografi, film pendek dan bentuk karya yang lain digelar di gedung RC dan ditoton bersama-sama oleh warga KBQT.
Ada satu karya film pendek yang menarik. Karya ini dibuat oleh Syoifian bersama beberapa temannya. Sofian bersama beberapa temannya membuat sebuah karya yang mengkombinasikan lukis dan videografi.
Diawali dengan adegan ketika Sofian melukiskan peta Indonesia di dalam ruangan berdinding gedhek dan bercahayakan lilin yang mengesankan kesederhanaan. Dengan wajah yang bersahaja, dengan tangan yang mengalir lincah di atas kertas Sofian melukiskan peta Indonesia di antara redup cahaya.
Adegan dilanjutkan ketika Sofian menyelesaikan lukisannya dan mengambil lilin yang membantunya melukis dan menaruhnya tepat di atas gambar yang ia maksudkan sebagai kota Jakarta. Awalnya, aksi ini cukup mengundang tanya sampai akhirya adegan-adegan berikutnya menjelaskan apa yang sebenarnya dia maksudkan.
Adegan berlanjut dengan foto-foto gajah yang mati di Sumatra, kemudian berlanjut hutan-hutan yang kian habis di Kalimantan, dan diakhiri dengan foto pertambangan emas di pulau Papua yang menggambarkan perusakan alam yang luar biasa massive.
Dari sini penonton menangkap maksud dari lilin yang ditempatkan Sofian di atas Jakarta adalah bahwa cahaya lilin yang begitu terang di Jakarta, tidak begitu terasa di daerah lain. Bahwa 'kemajuan' yang ada di Jakarta tidak berbanding lurus dengan keadaan yang ada di daerah lain di Indonesia. Alih-alih bicara tentang pemerataan pembangunan, yang terjadi justru ketimpangan pembangunan yang tersentralisasi di Jakarta.
Adegan berlanjut, dengan kamera yang dijalankan Krismanto, tampak dalam video sebatang lilin yang menyala. Kemudian kamera bergerak mendekat dan menyorot bayangan hitam gelap yang berada tepat di bawah lilin. Dari situ tiba-tiba adegan berganti dan berisi ratusan orang yang dengan kompak menari gangnam style di Bundaran HI, Jakarta.
Maksud dari rangkaian adegan itu adalah bahwa ada seberkas kegelapan yang tegas di bawah lilin. Lambang dari gelapnya hati mereka yang hidup tepat di samping dinding lilin. Orang-orang yang hidupnya dimabukkan oleh gelimang cahaya.
"lilin ini adalah representasi dari monas" kata Sofian ketika menjelaskan karyanya. Bukan Monas yang gagal meratakan pendar cahaya-nya, tapi orang-orang yang gagal menyikapi pendar cahaya yang memang sudah menjadi keniscayaan bahwa cahayanya tidak akan merata.
Seharusnya sikap yang tepat adalah menumbuhkan poros-poros cahaya semacam monas juga di daerah-daerah yang "tertinggal".
Kembali pada cahaya gelap di bawah lilin, cahaya gelap itu menggambarkan nalar kritis yang sirna sampai akhirnya berujung pada hedonisme yang terwujud dari tari Gangnam style yang diperagakan oleh ratusan orang dengan gelak tawa yang terkesan 'jahat' dalam video pendek yang tidak sampai 5 menit ini.
Lilin, Jakarta, dan Indonesia.
Cemplun, 08 April 2013
SHARE
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar